22 Desember 2012

HARI IBU....?


Nasehat dari ustadz  Syafiq Bin Riza bin Hasan Basalamah - hafidzohullah...


Bagi ibu yang telah mengandung sembilan bulan ada satu hari untukmu..
Bagimu yang telah menyusuiku selama 24 bulan, aku peruntukkan satu hari ?
dari setahun hidupku untukmu.
Bagimu yang tidak pernah lelah merawatku sejak lahir sampai aku dewasa, ada satu hari dihatiku untukmu..
Bagimu yang rela tidak tidur untukku, rela lapar untukku, rela sakit asal aku sehat hanya ada satu hari bagimu.
Satu hari dari 360 hari yang kumiliki, kupersembahkan untukmu.
24jam dari 8640 jam waktuku, kuperuntukkan untuk mengingatmu.



?????



Sadarlah, wahai anak Adam !
Hal ini benar-benar suatu kebiadaban nyata dari seorang anak.
Tidak tahu diri.
Tidak kenal bakti dan balas budi.
Dan memang itulah peradabaan orang-orang yang tidak beriman.
Mereka ingin menggantikan kebiadabannya dengan membuat hari ibu.



Bagi yang beriman, jangan pernah merayakan hari ibu !
Karena dalam Islam, semua hari adalah untuk ibu.
Semua waktu adalah untuknya.
mengangkat suara atasnya di ancam neraka..
tidak menta'atinya membuat murka Sang Pencipta..
keridhoan ilahi berada di keridhoannya...



Semoga bermanfaat

21 Desember 2012

CATATAN SANG ISTRI

Catatan Sang Istri

Suamiku...
Entah dengan apa ku harus menggambarkan/memulai segala perasaanku padamu..

Tak cukup bagiku hanya dengan untaian kata, dan barisan kalimat indah, serta tetesan airmata..

Tak mampu bagiku untuk menggoreskan penaku ini diatas kertas, karena semuanya terlalu indah dihatiku...

Tahukah engkau betapa besar rasa syukurku kepada ALLAH, ketika ALLAH سبحانه وتعالى   mempertemukanku untuk menjadi pendamping dirimu..

Batapa bahagianya aku ketika kau memilihku diantara sekian banyak bidadari yang jauh lebih indah di luar sana..

Kau tahu dan sangat tahu, aku hanyalah wanita dengan segala keterbatasan & kekurangan namun kau tetap memilihku..

Duhai suamiku...

Tahukah betapa goncangan di dada ini seakan ingin meledak, membawaku terbang ke awan... namun aku hanya mampu mengekspresikan dengan air mataku ini...

ketika dari lisanmu kau sebut namaku dalam lantunan ijab kabul...

ketika itu pula ku lepaskan diriku padamu, dengan segala ketundukan yang kumiliki..

dan kau tahu, bahwa akan ku patuhi segala keinginanmu dan perintahmu selama tak bermaksiat kepada ALLAH سبحانه وتعالى  ....

Duhai suamiku, penghias mata dan hatiku..

Tak pernah ku lalui tiap hari, tiap jam, tiap detik kecuali kulalui hanya dengan jatuh cinta padamu..

Tak akan pernah berkurang rasa ini padamu, karena disini di hati ini kaulah yang terindah bagiku...

Dan akupun berharap dengan segala kekuranganku, kau sudi menjadikanku perhiasan terindah di mata dan lubuk hatimu..

Suamiku..., pewarna terindah dalam hidupku..

tahukah engkau??
betapa tiap pagi kulalui dengan rasa cemas melepasmu kepergianmu, sungguh bukannya ku tak percaya pada kesetiaanmu padaku...

Namun mungkin karena perasaan cinta ini padamu, dan akan berakhir dengan pelukan penuh rindu ditiap senjaku..
menyambutmu dengan segenap rindu dan cintaku.

Pelipur laraku..

Aku pun tahu betapa lelah dan penat harimu, bergelut dengan rutinitas kerjamu untuk memenuhi kebutuhan keluargamu...

Kau lalui dengan penuh keikhlasan untuk aku, anak-anak kita, demi kami amanahmu dariNya..

Sungguh, ketika kau lelap dalam tidurmu, aku menangis menatapmu dalam wajah lelahmu..

betapa ku hargai tiap tetesan keringatmu, bukan berapa banyaknya harta yang telah kau berikan untukku, namun berapa banyak cinta dalam tiap tetes keringatmu, dalam tiap lelahmu.. Dan aku selalu merasa cukup dengan itu..

Cintaku, labuhan hatiku..

Gandeng tanganku, ajak diriku dan anak-anak kita
ke JannahNya..

Wahai suamiku...

Jangan pernah engkau segan membangunkanku di 1/3 malam terakhir, untuk beribadah kepada ALLAH سبحانه وتعالى  dalam lautan dzikir..

jangan pernah segan menegurku dalam tiap khilafku, aku adalah wanita biasa, ada kalanya ku berbuat salah padamu, maka bersabarlah padaku,dan jangan engkau membiarkanku dalam kesalahan..

dan kau mengetahui aku adalah kaum yang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok..

Tataplah mataku dengan cintamu, genggam tanganku dan nasihati aku dengan penuh kelembutan. kau akan menemukanku menangis dalam dekapanmu.. dan kau akan kembali memiliki hatiku..

Wahai suamiku...

Kau adalah pemimpin atas rumah tanggamu, kemana kau mengarahkan haluan rumah tangga kita, disitu pula aku akan mengikutimu..

Maka jadilah pemimpin yang baik untukku..
Ajarkan aku mencintaimu karenaNya..
Ajarkan aku amal-amal yang mengantarkan diriku ke syurga dan amal-amal yang akan menjauhkanku dari neraka...
Ajarkan aku akhlak dan adab islami...

Ridholah padaku, maka Rabb kitapun akan Riho padaku..

Sungguh, cintaku padamu akan bertambah seiring ketakwaanmu padaNya, dan akan berkurang dengan kemaksiatanmu pada-NYa.. Aku mencintaimu karena Allah..

Oleh Ustadz Ahmad Ferry Nasution Lc

20 Desember 2012

KETIKA MALAIKAT MAUT MENJEMPUT

‎ Ketika Malaikat Maut Datang Menjemput

Penulis: Ustadz Dr. Muhamamd Arifin bin Baderi, M.A.

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.Saudaraku! Anda masih ingat detik-detik ketika kakek, atau nenek, atau mungkin ayah, ibunda, atau mungkin juga istri atau suami tercinta meregang nyawanya? Pernahkah anda bertanya dan berpikir apakah yang mereka rasakan ketika ruh mereka meninggalkan raganya?Agar anda dapat menerka apa yang mereka rasakan kala itu, coba anda kembali mengingat raut wajah mereka ketika detik-detik terakhir sebelum meninggal dunia.Tahukah saudara! Apa yang dialami oleh ayahanda atau kerabat anda saat itu? Tahukah saudara, dengan siapa ia berhadapan? Berikut inilah kejadian yang dialami oleh ayahanda atau ibunda atau kerabat anda kala itu (Kisah ini dituturkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Ibnu Majah)

‎‎sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Ibnu Majah),إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلاَئِكَةٌ مِنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ – قَالَ – فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِى السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِى ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِى ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ – قَالَ – فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّونَ – يَعْنِى بِهَا – عَلَى مَلأٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوا مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ فَيَقُولُونَ فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِى كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِى الدُّنْيَا“Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh sekelompok malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegaslah keluar dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut,

‎Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejappun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membukusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya, “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab, “Ini adalah arwah Fulan bin Fulan” (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).”Saudaraku! Walau demikian mudah arwah orang mukmin keluar dari raganya, akan tetapi bukan berarti bebas dari rasa sakit! Sekali-kali tidak.Adakah keraguan pada diri anda bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang mukmin yang paling sempurna keimanannya? Akan tetapi kemulian dan kesempurnaan iman beliau tidak dapat melindungi beliau dari rasa pedihnya sakaratul maut. 

‎Oleh karena itu, tatkala beliau menghadapi sakaratul maut, beliau begitu gundah. Beliau berusaha menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya dengan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam bejana berisi air. Beliau mengusap wajahnya berkali-kali, sambil bersabda,(لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ (رواه البخاري“Tiada Tuhan Yang berhak diibadahi selain Allah. Sesungguhnya kematian itu disertai oleh rasa pedih.” Riwayat Imam Bukhari.Pada suatu hari sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Ka’ab Al Ahbaar,يا كعب حدثنا عن الموت، قال: يا أمير المؤمنين غصن كثير الشوك يدخل في جوف الرجل فتأخذ كل شوكة بعرق يجذبه رجل شديد الجذب، فأخذ ما أخذ، وأبقى ما أبقى.“Wahai Ka’ab: Ceritakan kepada kita tentang kematian!. Ka’abpun berkata: Wahai Amirul Mukminin! Gambaran sakitnya kematian adalah bagaikan sebatang dahan yang banyak berduri tajam, tersangkut di kerongkongan anda, sehingga setiap duri menancap di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa.

‎Bismillah --Nasehat untuk diri dan keluarga:Ketika berjumpa persiapkan mental untuk berpisah,ketika bahagia hendaklah ingat kesedihan menanti,jika dalam kemudahan kesusahan diambang pintu,selagi  sehat jangan lupa sakit selalu menunggu, jadi inilah kehidupan dunia "begitu tidak kekalnya",sedang kampung akhirat berbeda mari bersama beramal dengan ikhlas dan mengikuti "sunnah" Rasullullah صلى الله عليه وسلم dalam menggapainya. Semoga bermanfaat.

14 Desember 2012

SAAT MULIA DLM MEMINTA & BERDOA


Saat Mulia dalam Meminta & Berdoa

14122008
pinta & doa
pinta & doa...
Allah memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapatkan kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-waktu mustajabah tersebut antara lain.
[1]. Sepertiga Akhir Malam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya”. [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150]
kemudian…
[2]. Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa
Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pafa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak”. [Sunan Ibnu Majah, bab Fis Siyam La Turaddu Da'watuhu 1/321 No. 1775. Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam Misbahuz Zujaj 2/17].
[3]. Setiap Selepas Shalat Fardhu
Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau menjawab.
“Artinya : Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu”.
[Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782].

[4]. Pada Saat Perang Berkecamuk
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.

“Artinya : Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak ; doa pada saat adzan dan doa tatkala peang berkecamuk”. [Sunan Abu Daud, kitab Jihad 3/21 No. 2540. Sunan Baihaqi, bab Shalat Istisqa' 3/360. Hakim dalam Mustadrak 1/189. Dishahihkan Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar hal. 341. Dan Al-Albani dalam Ta'liq Alal Misykat 1/212 No. 672].
[5]. Sesaat Pada Hari Jum’at
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya pada hari Jum’at ada satu saat yang tidak bertepatan
seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut”. [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuh 3/5-6]

Waktu yang sesaat itu tidak bisa diketahui secara persis dan masing-masing riwayat menyebutkan waktu tersebut secara berbeda-beda, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/203.
Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada pada saat imam atau khatib naik mimbar hingga selesai shalat Jum’at atau hingga selesai waktu shalat ashar bagi orang yang menunggu shalat maghrib.

[6]. Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah

Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Artinya :Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun padamalam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya”. [Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924. Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595]
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari.[An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190]
Yang dimaksud dengan “ta’ara minal lail” terbangun dari tidur pada malam hari.

[7]. Doa Diantara Adzan dan Iqamah

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.

“Artinya : Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah”. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/87. Sunan Al-Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal. 139]
[8]. Doa Pada Waktu Sujud Dalam Shalat
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sangat tepat untuk dikabulkan”. [Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul Qur'an fi Ruku' wa Sujud 2/48]
Yang dimaksud adalah sangat tepat dan layak untuk dikabulkan doa kamu.
[9]. Pada Saat Sedang Kehujanan
Dari Sahl bin a’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Artinya : Dua doa yang tidak pernah ditolak ; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan”. [Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' No. 3078].
Imam An-Nawawi berkata bahwa penyebab doa pada waktu kehujanan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim. [Fathul Qadir 3/340].
[10]. Pada Saat Ajal Tiba
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan
mengikutinya’. Semua keluarga histeris. Beliau bersabda : ‘Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan”. [Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38]

[11]. Pada Malam Lailatul Qadar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar”. [Al-Qadr : 3-5]
Imam As-Syaukani berkata bahwa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap orang pasti dikabulkan. [Tuhfatud Dzakirin hal. 56]
[12]. Doa Pada Hari Arafah
Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah”. [Sunan At-Tirmidzi, bab
Jamiud Da'waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta'liq alal Misykat 2/797 No. 2598]

Ditulis oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
[Disalin dari Kesalahan Dalam Berdoa, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 181-189, terbitan Darul Haq, penerjemah Zainal Abidin Lc]

KETIKA AYAM BERKOKOK DAN KELEDAI MERINGKIK



حدثنا قتيبة حدثنا الليث عن جعفر بن ربيعة عن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari Ja’far bin Rabii’ah dari Al-A’raj dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda:
إذا سمعتُم صياحَ الدِّيكة [بالليلِ]؛فاسألوا الله من فضلهِ، [وارغبُوا إِليه]؛ فإنّها رأت ملَكاً، وإذا سمعتُم نهيقَ الحcمارِ [بالليلِ]؛ فتعوَّذُوا باللهِ من الشيطانِ؛ فإنهُ رأى شيطاناً
Apabila kalian mendengar suara ayam berkokok (di malam hari) maka mintalah keutamaan dari Allah (dan berharaplah kepada-Nya) karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Dan jika kalian mendengar keledai meringkik (di malam hari), maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia melihat syaithan.
Syaikh Al-Albani dalam “silsilah as-shahihah” 3183 menyatakan: Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari 330, Muslim 8/85, Abu Dawud 5105, At-Tirmidzi 3455, An-Nasa’i dalam “sunanul kubra”6/427/11391 dan “amalul yaum wal lailah” 944, Ibnu Abi Syaibah 10/420/9854 semuanya dari jalur periwayatan yang sama. Dan At-Tirmidzi menyatakan hadits hasan shahih.
Kemudian beliau menegaskan, bahwa sanad Qutaibah ini ada mutabi’nya yakni Sa’id bin Abi Maryam sebagaimana dalam “syarhus sunnah” lil Baghawi 5/126/1334. Dan ia menyatakan: “Hadits ini telah disepakati akan keshahihannya, semuanya mengeluarkan dari Qutaibah dari Al-Laits.”
Adapun lafadzh-lafadzh di antara dua tanda kurung itu ada mutabi’nya dari rawi-rawi tsiqah, dan mereka memberikan tambahan faidah yang sangat penting.
1. Syu’aib bin Harb Al-Madaa’ini, tsiqah dan Al-Bukhari berhujjah dengan haditsnya. Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Harb Abu Shalih -Makkah-, telah menceritakan kepada kami Laits bin Sa’ad dengan sanadnya, dan pada matannya ada tambahan dalam kurung yang pertama dan ketiga [Ahmad 2/364]
2. Haasyim bin Al-Qaasim Abun Nadhr Al-Baghdaadi, tsiqah tsabat, Al-Bukhari dan Muslim berhujjah dengan haditsnya. Telah menceritakan kepada kami Haasyim, telah menceritakan kepada kami Laits dengan sanadnya, dan pada matannya ada tambahan dalam kurung yang pertama. [Ahmad 2/306]
3. ‘Abdullah bin Shaalih Abu Shalih, notulennya Laits, dan ia mustaqimul hadits sebagaimana Al-Bukhari dan para huffadzh telah meriwayatkan darinya. Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Shaalih. Telah menceritakan kepadaku Laits dengan sanadnya, dan pada matannya ada tambahan dalam kurung yang pertama. [Al-Adabul Mufrad 1236]
Dengan demikian ketiga rawi tsiqah di atas telah bersepakat atas tambahan yang pertama (di malam hari), dan hal ini menunjukkan kualitas keshahihannya. Kalaupun seandainya Haasyim menyendiri, maka ia seorang rawi yang tsiqah tsabat, dan berarti juga menunjukkan riwayatnya shahih. Penilaian ini berpijak di atas kaidah “ziyadatuts tsiqah maqbulah“.
Adapun dalam kurung yang ketiga; walaupun Syu’aib bin Harb menyendiri dari yang lainnya, maka tambahan tersebut ialah tambahan secara lafadzhiyah, karena dalam konteks kalimat bila disertai tambahan yang telah disepakati akan mengikat maknanya.
Sedangkan tambahan dalam kurung yang kedua, telah menyendiri rawi tsiqah tsabat yang lainnya yakni Sa’iid bin Abi Ayyuub, dan Al-Bukhari dan Muslim berhujjah dengan haditsnya. Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdirrahman (‘Abdullah bin Yaziid Al-Makki Al-Muqri’), telah menceritakan kepada kami Sa’iid, telah menceritakan kepadaku Ja’far bin Rabii’ah dengan sanadnya [Ahmad 2/321]. Selengkapnya silakan merujuk “silsilah as-shahihah” 3183.
Fikri Abul Hasan

12 Desember 2012

HAK-HAK PARA ISTRI


Islam adalah agama yang sangat memuliakan wanita. Demikian pula ketika seorang wanita berstatus sebagai istri, ia memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh suaminya.
Sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab al-Qusyairy -rodhiyallohu ‘anhu-, pernah bertanya kepada Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, “Ya Rasulullah, apa hak seorang istri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menjawab, “Engkau memberinya makan apabila engkau makan, engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajahnya, dan janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah).               
HAK ISTRI, KEWAJIBAN SUAMI

Berdasarkan hadits tersebut, berikut ini hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh suami:
1. Memberinya makan dan pakaian

Dalam Islam, memberi nafkah kepada istri dan anak termasuk ibadah. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda kepadanya, “Engkau tiada memberi belanja demi mencari ridha Allah, melainkan pasti diberi pahala, sekalipun yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” (Riwayat Bukhari Muslim)
Istri berhak untuk mendapatkan belanja sewajarnya, tergantung seberapa besar kemampuan suami. Contohnya soal pangan dan pakaian. Kalau suami punya jatah makanan daging misalnya, maka istri berhak pula untuk mendapatkan makanan sekualitas itu. Sebaliknya, bila sang suami cuma mampu membeli nasi dan ikan asin, istri pun tak boleh menuntut untuk bisa makan ayam.
Lalu bagaimana dengan istri yang bekerja dan dari pekerjaannya itu ia bisa menopang biaya hidupnya? Apakah suami tetap berkewajiban memberi nafkah?
Istri meminta atau tidak, memberi nafkah tetap menjadi tanggung jawab seorang suami. Ia wajib untuk tetap bekerja sekuat tenaga, walau dengan hasil minim, demi memenuhi tugas berat ini. Bila istri berpenghasilan atau memiliki harta, maka bukan lantas milik bersama, tetapi tetap jadi haknya pribadi. Mengenai kerelaan istri untuk memberikan hartanya kepada suami, itu masalah lain, dan dinilai sebagai sedekah.
2. Tidak memukul wajahnya

Berkenaan dengan pemukulan terhadap istri, yaitu ketika istri melakukan ketidakpatuhan, suami boleh memukul pada bagian badan istri, namun bukan pada wajah. Ini merupakan hak istri yang harus ia terima manakala melakukan kesalahan. Namun, hal demikian harus dilakukan setelah upaya menghindar atau pisah ranjang tidak berhasil (untuk memperbaiki kelakuannya).
3. Tidak menjelek-jelekkannya

Istri tidak berhak mendapatkan penghinaan dari suami. Misalnya dengan melontarkan kata-kata yang tidak disukainya, seperti “Dasar wanita jelek!”, atau dengan kata “Semoga Allah menjelekkan kamu!”
4. Tidak meninggalkannya melainkan di dalam rumah

Maksudnya, jangan berpisah tempat tidur atau pisah ranjang ketika terjadi konflik, melainkan di dalam rumah.
5. Mengajarkan Ilmu Agama

Di samping hak-hak di atas, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada istrinya. Allah -ta’ala- berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (at-Tahrim: 6)
Jadi, suami harus membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Quran dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shalih, generasi terbaik yang mendapat jaminan dari Allah. Dengan bekal tersebut, seorang suami diharapkan mampu mengajarkannya kepada istri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajari mereka, ia harus mengajak istrinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang akidah, tauhid, akhlak, serta tata cara bersuci, berwudhu, shalat, dan lainnya.
HAK-HAK ISTRI DALAM POLIGAMI

Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk berlaku adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya. Yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya. Apa saja hak seorang istri di dalam poligami? Di antaranya sebagai berikut:
1. Memiliki rumah sendiri

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri. Allah -ta’ala- berfirman, “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.” (al-Ahzab: 33)
Dalam ayat tersebut, Allah -ta’ala- menyebutkan rumah Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- menceritakan bahwa ketika Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- sakit menjelang wafatnya, beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bertanya, “Di mana Aku besok? Di rumah siapa?” Beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menginginkan di tempat Aisyah -rodhiyallohu ‘anha-, oleh karena itu istri-istri beliau mengizinkan beliau untuk dirawat di mana saja beliau menginginkannya. Maka beliau dirawat di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisi Aisyah -rodhiyallohu ‘anha-.
Ibnu Qudamah -rohimahulloh- menjelaskan dalam kitab al-Mughni bahwasanya tidak pantas seorang suami mengumpulkan dua orang istri dalam satu rumah tanpa ridha dari keduanya. Hal ini dikarenakan dapat menjadikan penyebab kecemburuan dan permusuhan di antara keduanya. Masing-masing istri dimungkinkan untuk mendengar atau bahkan melihatnya saat suami bermesra-mesraan dengan istrinya yang lain. Namun jika para istri ridha apabila mereka dikumpulkan dalam satu rumah, maka tidaklah mengapa.
2. Menyamakan para istri dalam masalah giliran

Setiap istri harus mendapat jatah giliran yang sama. Imam Muslim meriwayatkan, Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- memiliki 9 istri. Kebiasaan beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru berhenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu.
3. Tidak boleh keluar dari rumah istri yang mendapat giliran menuju rumah yang lain

Seorang suami tidak boleh keluar untuk menuju rumah istri yang lain yang bukan gilirannya pada malam hari kecuali keadaan darurat. Larangan ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam- di rumah Aisyah -rodhiyallohu ‘anha-, tidak lama setelah beliau berbaring, beliau bangkit dan keluar rumah menuju kuburan Baqi sebagaimana diperintahkan oleh Jibril p. Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- kemudian mengikuti beliau karena menduga bahwa Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam- akan pergi ke rumah istri yang lain. Ketika Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam- pulang dan mendapatkan Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- dalam keadaan terengah-engah, beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepada Aisyah -rodhiyallohu ‘anha-, “Apakah engkau menyangka Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil kepadamu?”
Ibnu Qudamah -rohimahulloh- menyatakan, tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut, maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu. Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya.
4. Batasan malam pertama setelah pernikahan

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas -rodhiyallohu ‘anhu-, termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain.
5. Wajib adil dalam nafkah

Ibnu Taimiyah -rohimahulloh- menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami. Namun keadilan dalam hal nafkah tentu sangat relatif. Misalnya jika istri pertama telah memiliki lima orang anak, sedangkan istri kedua baru punya satu anak, tentu istri pertama berhak mendapatkan nafkah lebih banyak untuk menghidupinya dan anak-anaknya.
6. Mengundi istri ketika safar

Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut, sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Ibnu Qudamah -rohimahulloh- menyatakan bahwa seorang yang safar dan membawa semua istrinya atau meninggalkan semua istrinya, maka tidak memerlukan undian. Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan di antara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.
7. Tidak wajib menyamakan cinta dan jima’ di antara para istri

Seorang suami tidak dibebani kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima’ di antara para istrinya. Yang wajib bagi dia adalah memberikan giliran (bermalam) kepada istri-istrinya secara adil.
Ayat “Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin demikian,”ditafsirkan oleh Ibnu Katsir -rohimahulloh- manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’.
Menurut Ibnu Qudamah -rohimahulloh-, bila dimungkinkan untuk menyamakan dalam masalah jima’, maka hal tersebut lebih baik, utama, dan lebih mendekati sikap adil. Wallaahu a’lam.
Artikel Majalah Nikah Sakinah, Vol. 10 No. 1, Rubrik Lentera