9 Februari 2013

KEUTAMAAN DAN FAEDAH ZAKAT

من فضائل الزكاة وفوائدها / KEUTAMAAN DAN FAEDAH ZAKAT

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz, Lc
Membayar zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang sangat penting setelah dua kalimat syahadat dan shalat. Banyak sekali dalil syar’i dari Al-Qur’an, As-Sunnah maupun ijma’ kaum muslimin yang menunjukkan secara jelas dan gamblang bahwa membayar zakat merupakan kewajiban agama yang jika seorang muslim meninggalkannya karena mengingkari kewajibannya, maka ia menjadi kafir (murtad), karena pada hakikatnya ia telah mendustakan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sebagaimana pendapat yang disepakati para ulama secara ijma’. (Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah II/572, dan Al-Majmu’ karya imam An-Nawawi V/334). Dia harus bertaubat jika ingin kembali diakui lagi sebagai seorang muslim. Jika dia enggan bertaubat, maka berdasarkan dalil-dalil syar’i boleh untuk diperangi.
Orang yang enggan membayar kewajiban zakat karena kikir atau membayarnya namun tidak sesuai kewajibannya maka ia telah berbuat zhalim dan terancam dengan ancaman Allah yang sangat keras. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya:
وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنزتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنزونَ (35)
“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ ، لَهُ زَبِيبَتَانِ ، يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ – يَعْنِى شِدْقَيْهِ – ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ ، أَنَا كَنْزُكَ » ثُمَّ تَلاَ ( لاَ يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ) الآيَةَ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang diberi oleh Allah harta kemudian ia tidak membayar zakatnya, maka akan dijelmakan harta itu pada hari kiamat dalam bentuk ular yang kedua kelopak matanya menonjol. Ular itu melilitnya kemudian menggigit dengan dua rahangnya sambil berkata: “Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu”. Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat”. (QS. Ali ‘Imron: 180). (HR. Bukhari II/508 no.1338)
Beberapa Keutamaan Dan Faedah Zakat
Membayar Zakat dan mengeluarkan infaq dan shodaqoh memiliki keutamaan dan faedah yang sangat banyak di dunia maupun di akhirat, di antaranya:
1. Membayar zakat merupakan salah satu sifat orang-orang baik yang akan menjadi penghuni Surga.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta).” (QS. Adz-Dzaariyaat: 15-19)
2. Membayar zakat merupakan salah satu sifat orang-orang beriman yang berhak diberi rahmat (kasih sayang) oleh Allah.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, dan harta (zakat)nya akan ditumbuh kembangkan oleh Allah.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah”. (QS. Al-Baqarah: 276)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ – وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ – وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ »
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa bersedekah senilai dengan sebiji Kurma dari penghasilan yang baik (halal) –dan Allah hanya menerima sedekah yang baik (halal)-, maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekahnya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia menumbuh-kembangkannya bagi pemiliknya sebagaimana salah seorang dari kamu menumbuh-kembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti (sepenuh) gunung.” (HR. Bukhari II/511 no.1344, dan Muslim II/702 no.1014).
4. Membayar Zakat merupakan salah satu sebab dihapuskannya kesalahan dan dosa.
Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Dan sedekah itu dapat menghapuskan dosa (kesalahan) sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi V/11 no.2616, dan Ahmad V/231 no.22069).
5. Membayar Zakat akan mensucikan harta dan jiwa pelakunya, menumbuh-kembangkan harta (Zakat)nya, dan menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rezeki. Dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
Dan diriwayatkan dari Abu Gharzah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah berwasiat kepada para pedagang dengan sabdanya:
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ الْحَلِفُ وَاللَّغْوُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
“Wahai para pedagang sesungguhnya jual beli ini dicampuri dengan perbuatan sia-sia dan sumpah oleh karena bersihkanlah ia dengan shadaqah.” (HR. Ahmad IV/6 no.16179, Nasai VII/14 no.3797, dan Ibnu Majah II/726 no.2145. Dan dinyatakan Shahih oleh syaikh Al-Albani).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah (Zakat) itu tidak akan mengurangi harta benda.” (HR. Muslim IV/2001 no.2588).
6. Membayar Zakat merupakan sebab datangnya segala kebaikan. Sedangkan meninggalkan kewajiban Zakat akan menyebabkan terhalangnya kebaikan-kebaikan.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam:
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Dan tidaklah mereka meninggalkan kewajiban (membayar) zakat harta benda mereka melainkan hujan tidak akan diturunkan kepada mereka. kalau sekiranya bukan karena binatang ternak, niscaya mereka tidak akan diberi hujan (yakni mereka ditimpa kekeringan, pent).” (HR. Ibnu Majah II/1332 no.4019, dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.105).
7. Orang yang membayar Zakat (atau sedekah) dengan niat ikhlas karena Allah akan mendapatkan perlindungan dan naungan Arsy Allah di hari kiamat.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ, وذكر فيه :… وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ …
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, diantaranya yaitu: “Seseorang yang menyedekahkan hartanya dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari I/234 no.629, dan Muslim II/715 no.1031)
8. Membayar Zakat (atau sedekah) dapat mencegah (atau mengobati) berbagai macam penyakit, baik penyakit jasmani maupun rohani.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Obatilah orang-orang yang sakit diantaramu dengan shadaqah.” (Shahih At-Targhib)
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam juga pernah bersabda kepada orang yang mengeluhkan tentang kekerasan hatinya:
إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ ، وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ
“Jika engkau ingin melunakkan hatimu maka berilah makan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad II/263 no.7566, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu . namun dinyatakan Dho’if oleh syaikh Syu’aib Al-Arnauth karena di dalam sanadnya ada seorang perawi yang majhul (tidak jelas identitasnya)).
9. Orang yang berinfaq akan didoakan kebaikan oleh malaikat setiap hari.
Hal ini bedasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidaklah seorang hamba berada pada suatu hari melainkan akan turun dua malaikat yang salah satunya mengucapkan (doa), “Ya, Allah berilah orang-orang yang berinfaq itu balasan”, dan malaikat yang lain mengucapkan (doa), “Ya, Allah berilah pada orang yang bakhil/kikir kebinasaan (hartanya).” (HR. Bukhari II/522 no.1374, dan Muslim II/700 no.1010, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
10. Shadaqah merupakan indikasi kebenaran iman seseorang.
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ
“Shadaqah merupakan bukti (keimanan).” (HR.Muslim I/203 no.223)
11. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup para fakir miskin.
12. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosisal, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah pada umumnya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
13. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang. Karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
Demikian beberapa keutamaan dan faedah Zakat atau shodaqaoh dan infak yang dapat kami sebutkan. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat, dan dapat menyadarkan kita semua akan penting dan wajibnya Zakat, serta memotivasi kita untuk bersemangat dalam melaksanakannya. Wabillahi at-Taufiq.
[Sumber: Majalah PENGUSAHA MUSLIM, Edisi.. Volume 2 tahun 1432 / 2011]

Zakat, infak ,shodaqoh

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Memahami berbagai istilah yang berlaku dalam disiplin ilmu apapun sangatlah penting, tanpa terkecuali ilmu syariat. Oleh karena itu, sejak dahulu para ulama senantiasa menjabarkan pemahaman berbagai istilah yang yang berlaku pada setiap bab dengan detail.
Seakan tidak ingin ketinggalan, Ibnul Qayyim termasuk salah satu ulama yang paling gigih menekankan pentingnya penggunaan berbagai istilah syariat sebagaimana digunakan dalam Alquran dan hadis. Terlebih bagi para ulama yang bertugas menjelaskan hukum-hukum syariat kepada masyarakat luas. Beliau beralasan atas penekanannya ini bahwa penggunaan istilah syariat dengan benar dapat menyelamatkan kita dari kesalahan dalam memahami hukum Allah ‘Azza wa Jalla. Dan sebaliknya salah memahami atau salah penempatan istilah syariat dapat berakibat fatal bagi pemahaman Anda tentang syariat Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana beliau juga memberikan peringatan bahwa di tengah masyarakat telah meraja lela penggunaan istilah-istilah syariat yang tidak sebagaimana mestinya. Akibat dari kecerobohan ini terjadilah penyimpangan dan kesalahan fatal dalam kehidupan beragama masyarakat. (I’ilamul Muwaqiin, 4:216).
Menyadari hal ini, saya mengajak Anda untuk lebih jauh mengenal dengan baik berbagai istilah syariat. Harapannya Anda semakin dekat dengan agama Allah, dan selanjutnya Allah-pun semakin dekat dengan Anda.
Mengenal Arti Zakat
Di masyarakat beredar pemahaman bahwa zakat adalah sejumlah harta yang telah ditentukan jenis,  kadar, dan yang dibayarkan berhak menerimanya pada waktu yang telah ditentukan pula. Dan zakat inilah yang merupakan salah satu rukun agama Islam. Allah tegaskan dalam Alquran, yang artinya,
Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al Baqarah 43)
Pemahaman di atas benar, namun perlu diingat kadangkala para ulama menggunakan kata zakat pada zakat sunah.
Ibnul Arabi berkata: Kata zakat digunakan untuk menyebut zakat wajib, namun kadang kala juga digunakan untuk menyebut zakat sunah, nafkah, hak, dan memaafkan suatu kesalahan.” (Fathul Bari, 3:296)

Mengenal Makna Sedekah

Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata zakat, sebagaimana disebutkan pada ayat berikut, yang artinya,
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)
Dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan untuknya.” (QS. at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah sedekah. Dua kata yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Hal. 145)
Dengan demikian sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali Anda tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Walau demikian, dalam beberapa dalil, kata sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta kepada orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri.
Suatu hari sekelompok sahabat miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi keluhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka melalui sabdanya:
Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lalgi para sahabat keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: “Ya Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu bila ia menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?” Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal, maka iapun mendapatkan pahala. (HR. Muslim)

Mengenal Makna  Infak

Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kemanapun dan untuk tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Oleh karena itu, mari kita simak kisah perihal ucapan orang-orang munafik yang merencanakan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah ceritakan, yang artinya,
Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.”  (QS. Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu pada banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di jalan Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,
Dan infakkanlah/belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Mengenal Makna Hibah

Ketika Anda memberikan sebagian harta kepada orang lain, pasti ada tujuan tertentu yang hendak Anda capai. Bila tujuan utama dari pemberian Anda adalah rasa iba dan keinginan menolong orang lain, maka pemberian ini diistilahkan dalam syariat Islam dengan hibah. Rasa iba yang menguasai perasaan Anda ketika mengetahui atau melihat kondisi penerima pemberian lebih dominan dibanding  kesadaran untuk memohon pahala dari Allah. Sebagai contoh, mari kita simak ucapan sahabat Abu Bakar ketika membatalkan hibahnya kepada putri beliau tercinta Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Wahai putriku, tidak ada orang yang lebih aku cintai agar menjadi kaya dibanding engkau dan sebaliknya tidak ada orang yang paling menjadikan aku berduka bila ia ditimpa kemiskinan dibanding engkau. Sedangkan dahulu aku pernah memberimu hasil panen sebanyak 20 wasaq (sekitar 3.180 Kg). Bila pemberian ini telah engkau ambil, maka yang sudah tidak mengapa, namun bila belum maka pemberianku itu sekarang aku tarik kembali menjadi bagian dari harta warisan peninggalanku.” (HR. Imam Malik)

Mengenal Makna Hadiah

Diantara bentuk pemberian harta kepada orang lain yang juga banyak dikenal oleh masyarakat ialah hadiah. Dan saya yakin Anda pernah memberikan suatu hadiah kepada orang lain atau mungkin juga Anda menerimanya dari orang lain. Tentu Anda menyadari bahwa hadiah Anda tidaklah Anda berikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang belum Anda kenal. Hanya orang-orang spesial dalam hidup Anda yang berhak mendapatkan hadiah Anda.
Hadiah yang Anda berikan kepada seseorang, sejatinya hanyalah salah satu bentuk dari penghargaan Anda kepadanya. Sebagaimana melalui hadiah yang Anda berikan, seakan Anda ingin meningkatkan keeratan hubungan antara Anda berdua. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengartikan makna hadiah dalam kehidupan masyarakat melalui sabdanya:
Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling cinta mencintai.”  (HR. Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad)
Berdasarkan ini, Anda dapat mengetahui berbagai pemberian yang selama ini oleh berbagai pihak disebut dengan hadiah, semisal hadiah pada pembelian suatu produk, atau undian atau lainnya. Pemberian-pemberian ini sejatinya tidak layak disebut hadiah, mengingat semuanya sarat dengan tujuan komersial, dan bukan untuk meningkatkan keeratan hubungan yang tanpa pamrih.

Catatan Redaksi Pengusaha Muslim

Uraian di atas adalah artikel yang ditulis Dr. Muhammad Arifin Baderi dan telah diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 29. Pada edisi ini, majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas seputar zakat, infaq, dan sedekah.


Baca selengkapnya: http://www.konsultasisyariah.com/beda-zakat-sedekah-infak-hibah-dan-hadiah/#ixzz2KMqNQTyG

2 Februari 2013

BAB WUDHU, MANDI DAN TAYAMUM


Kitab Thaharah
Bab Wudhu, Mandi dan Tayamum[1]
Oleh: Ummu Abdirrahman Nurul husna Zulfahmil[2]
بسم الله لرحمن لرحيم
Wudhu
Pengertian dan dalil disyariatkannya

Wudhu secara bahasa: dari asal kata “al wadaa’ah”, yaitu kebersihan dan kesegaran.
Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan selainnya.
Dalil dari Qur’an dan Sunnah:
  1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
  1. Shahih Bukhari : 135 dan Shahih Muslim : 225

وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.
Keutamaan Wudhu:
  1. Bersuci adalah setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223)
  2. Menghapus dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244)
  3. Mengangkat derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251)
  4. Jalan ke sorga. (Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458)
  5. Tanda keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234)
  6. Cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250)
  7. Untuk pembuka ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776)
Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :

أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاةِ

“Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku berwudlu.’ Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku juga telah mendengar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil wudlu seperti cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu’.” Ibnu Syihab berkata, “Ulama-ulama kami berkata, ‘Wudlu ini adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan shalat.” (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226)
Sifat-sifat wudhu':
  1. Berniat (karena merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu’) menghilangkan hadas (dalam hati).

إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى

“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. (Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)
2. Membaca Bismillah.
3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan 3 kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali.
5. Mencuci wajah seluruhnya 3 kali.
6. Mencuci kedua tangan sampai siku (kanan-kiri).
7. Menyapu keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan dalam.
8. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri).
Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah, telah disepakati oleh para ulama. (Majmu’ arrosail al kubro : 1/243)
Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang dinilai adalah yang di hatinya.
Rukun-rukun Wudhu’
Apabila satu diantara rukun ini tinggal, maka batallah wudhu’nya. Diantara rukun-rukun tersebut adalah:
  1. Mencuci seluruh wajah dari tempat tumbuhnya rambut sampai dibawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Dan wajib berkumur-kumur dan mencuci hidung. (al-Maidah ayat 6)
  2. Membasuh kedua tangan sampai siku. (al-Maidah ayat 6)
  3. Menyapu kepala kewajibannya disepakati oleh ulama, namun berbeda pada ukurannya. (al-Maidah ayat 6)
  • Wajib menyapu semua kepala baik laki-laki maupun perempuan.
  • Wajib menyapu semua kepala hanya untuk laki-laki.
  • Menyapu hanya sebagian kepala.
  1. Menyapu telinga. (daaruqutni : 1/97, hasan)
  2. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki. (Shahih Bukhari : 161 dan Shahih Muslim : 241)
  3. Teratur. (Majmu’ : 1/433, dll)
  4. Beriringan atau tidak terpisah antara satu rukun dengan rukun lainnya. (Shahih Muslim : 232)
Sunnah-sunnah Wudhu’ :
  1. Bersiwak.
  2. Memulai dengan Bismillah.
  3. Membasuh kedua tangan. (Shahih Bukhari : 159 dan Shahih Muslim : 226)
  4. Berkumur-kumur dan mencuci hidung dari satu cidukan air sebanyak 3 kali. (Shahih Muslim : 235)
  5. Melebihkan berkumur-kumur dan mencuci hidung selain orang yang berpuasa. (Abu Daud : 142, shahih)
  6. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri. (Shahih Bukhari : 140)
  7. Mencuci sebanyak 3 kali. (Shahih Bukhari : 156)
Perhatian:
  • Menyapu kepala hanya sekali saja. (an-Nasa’i : 1/88, shahih)
  • Makruh lebih dari 3 kali bagi orang yang menyempurnakan wudhunya. (at-Tamhiid, ibnu abdilbaar : 20/117)
  1. Menggosok-gosok anggota wudhu. (Ibnu Hiban : 1082, shahih)
  2. Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. (Shahih)
  3. Melebihkan membasuh pada tempat yang diwajibkan seperti kedepan kepala, atas siku dan atas mata kaki. (Shahih Bukhari : 36 dan Shahih Muslim : 246)
  4. Hemat dalam penggunaan air. (Shahih Bukhari : 198)
  5. Berdoa setelah wudhu. (Shahih Muslim : 234)
  6. Sholat 2 rakaat setelah wudhu. (Shahih Bukhari : 6433 dan Shahih Muslim : 226)
Catatan:
-                Boleh mengeringkan bekas wudhu. (Shahih Bukhari : 270)
-                Tidak sah wudhu bagi wanita yang memakai kutek. (Ibnu Abi Syaibah : 1/120, sanad shahih)
Pembatal wudhu’ :
  1. Buang air kecil atau buang air besar serta keluar angin dari 2 tempat. (al-Maidah ayat 6, al ijmaa’ hal. 17)
  2. Keluar mani, wadi atau madzi. (Shahih Bukhari : 269 dan Shahih Muslim : 303)
  3. Tidur lelap. (al-muhalla : 1/222-231). Ada 8 pendapat ulama, silahkan lihat di hal. 129-132)
  4. Hilang akal atau gila, mabuk, pingsan. (al-Ausath ibnu al Mundzir : 1/155)
  5. Menyentuh kemaluan tanpa pembatas, baik dengan syahwat atau tidak.
  6. Memakan daging onta. (Shahih Muslim : 360)
Hal-hal yang tidak membatalkan wudhu’ :
  1. Saling bersentuhan laki-laki dengan wanita tanpa pembatas. (al-Umm : 1/15)
  2. Keluar darah dari selain tempat yang biasa keluar seperti karena luka atau bekam. (Shahih Bukhari : 1/80)
  3. Koi atau pengobatan dengan menggunakan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)
  4. Tertawa terbahak-bahak dalam sholat atau diluar sholat. (dalil yang mengatakan mengulang wudhu adalah dhaif, daaruqutni : 1/162)
  5. Memandikan dan membawa mayat. (Abu Daud : 3162, dll)
  6. Ragu dengan telah batalnya wudhu atau belum. (Shahih)
Hal-hal yang dianjurkan untuk berwudhu’ :
  1. Ketika berdzikir: keumuman berdzikir, membaca al-Qur’an, tawaf di ka’bah dan lain-lain. (Abu Daud : 17, shahih)
  2. Ketika akan tidur. (Shahih Bukhari : 247 dan Shahih Muslim : 2710)
  3. Bagi orang yang junub ketika akan makan, tidur atau ingin mengulanginya kembali. (Shahih Bukhari : 288 dan Shahih Muslim : 305)
  4. Sebelum mandi junub. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316)
  5. Setelah makan makanan yang di bakar atau di panggang. (Shahih Muslim : 351)
  6. Memperbaharui wudhu ketika akan sholat. (Shahih Muslim : 277)
  7. Ketika terjadi hal yang membatalkan wudhu. (Tirmidzi : 3689, shahih)
  8. Setelah berobat dengan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)
Menyapu pembatas :
  1. Menyapu Khuffain (sandal dari kulit yang menutup dua mata kaki) hukumnya boleh tapi mencucinya lebih utama. Masanya 3 hari 3 malam untuk yang musafir dan sehari semalam bagi yang bermukim.
Syarat menyapu khuffain yaitu memakainya dalam keadaan suci.
Yang membatalkannya yaitu berakhirnya masa menyapu, membukanya dan berhadats sebelum memakainya. Sedangkan membukanya bukan berarti membatalkan wudhu.
Menyapu kaus kaki dan sandal ada 3 pendapat.
  1. Menyapu penutup kepala seperti imamah atau sorban dan kerudung bagi wanita ketika berwudhu apabila takut dingin.
  2. Pembungkus tulang yang patah seperti gips.
Mandi
Pengertian mandi
Secara bahasa : Mengalirkan air kepada sesuatu.
Secara syar’i : Menyiramkan air yang bersih keseluruh badan karena hal-hal tertentu.
Hal-hal yang mewajibkan mandi:
  1. Keluar mani (dalam keadaan sehat) waktu sadar atau tidur.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (An-Nisa ayat 43)
  1. Bertemunya dua alat kelamin walaupun tanpa keluar mani. (Shahih Muslim : 350)
  2. Haid.
  3. Nifas.
  4. Masuk Islamnya orang kafir. (Al-Majmu’ : 2/175)
  5. Sholat Jum’at. (Shahih Bukhari : 879, Shahih Muslim : 846)
  6. Meninggal.
Mandi-mandi yang di sunnahkan :
  1. Mandi dua hari raya. (musnad imam syafei : 114)
  2. Mandi setelah sadar dari pingsan. (Shahih Bukhari : 687 dan Shahih Muslim : 418)
  3. Mandi ihram pada haji dan umrah. (Tirmidzi : 831, hasan)
  4. Mandi ketika memasuki Makkah. (Shahih Bukhari: 1573 dan Shahih Muslim : 1259)
  5. Mandi ketika melakukan jima’ berulang kali. (Abu Daud : 216, hasan)
  6. Mandi setelah memandikan mayit. (Tirmidzi : 993, shahih, dll)
  7. Mandi bagi wanita yang istihadhoh (hadits dhoif: jaami’ ahkaamu an-nisaa’ : 1/230-237)
Catatan: Niat merupakan syarat sah ibadah  termasuk mandi.
Rukun mandi
Menyiram air keseluruh tubuh atau badan: kulit dan rambut. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mandi
Induk hadits dalam hal ini lihat Shahih Bukhari : 248, 266 dan Shahih Muslim : 316, 317)
  1. Membasuh kedua tangan 3 kali sebelum memasukkan tangan kedalam air. (Shahih Muslim : 317)
  2. Membasuh kemaluan dan sekitarnya yang terkena kotoran. (Shahih Bukhari : 154, Muslim 267)
  3. Mencuci tangan setelah mencuci kemaluan. Disarankan dengan sabun agar lebih bersih. (Shahih Muslim : 317)
  4. Berwudhu’ secara sempurna seperti wudhu hendak sholat. (Fathul baari : 1/429)
Catatan:
  • Mandi junub untuk wanita sama seperti mandi junub laki-laki
  • Tidak mesti mengurai rambut yang di ikat, yang penting air sampai kepangkal rambut.
  • Tidak mesti berwudhu setelah mandi, apabila tidak terjadi hal-hal yang membatalkan wudhu’
Tayamum
Secara bahasa: Maksud
Secara syar’I : Bermaksud ke tanah (permukaan bumi).
Dalil di syariatkannya:
  1. Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6

فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً

“…maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih)…”.
  1. Hadits : Musnad Ahmad jilid 2 no 222
  2. Ijma’ : al-Mughni 1/148
Hal-hal yang membolehkan tayamum :
  1. Ketika tidak mendapatkan air baik mukim atau safar.
  2. Berhalangan menggunakan air.
Catatan:
-                Tayamum merupakan pengganti wudhu dan mandi ketika ada hal yang membolehkannya dan berpahala bagi orang yang melakukannya.
-                Mayat boleh di tayamumkan apabila terpenuhi syarat dibolehkannya tayamum. (al-Mahalla : 2/158)
-                Tidak mesti orang yang melakukan tayamum itu dengan syarat perjalanan jauh.
-                Tidak disyaratkan tayamum bagi orang yang melakukan perjalanan untuk ketaatan saja. (al-Mahhalla : 2/116)
-                Apabila berkumpul antara mayat, wanita haid dan orang yang terkena najis sedangkan air tidak cukup kecuali hanya untuk satu orang saja. Maka yang lebih berhak diantara mereka menurut jumhur ulama (al Majmu’ : 2/316) adalah yang memiliki air tersebut. Namun apabila tidak ada yang memiliki air tersebut dan air itu boleh digunakan, maka ada perbedaan pendapat para ulama. Silahkan lihat sumber asli yaitu kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 193.
Tanah apa yang boleh di gunakan dalam tayamum? Ada 2 pendapat ulama, yaitu:
  1. Permukaan bumi secara umum: gunung, kerikil, tanah dan husoba’ (Abu Hanifah, Abu Yusuf, Malik dan dipilih oleh Syaikh Ibnu Taimiyah)
  2. Tanah bukan yang lain (Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Abu Tsur, dll)
Cara melakukan tayamum sesuai tuntunan Rasulullah:
Memukulkan kedua telapak tangan ke tanah kemudian meniupnya. Lalu menyapu wajah dan kedua tangan. (Shahih Bukhari : 338 dan  Shahih Muslim : 798)
Pembatal tayamum sama seperti hal yang membatalkan wudhu’.
Catatan:
-                Apabila mendapati air setelah tayamum sebelum melakukan sholat, maka batal tayamumnya dan wajib berwudhu’.
-                Apabila sedang sholat ada orang yang mengantarkan air atau mendengar adanya air, ada 2 pendapat ulama: memutuskan sholat dan wajib berwudhu (dhoif Tirmidzi : 124). Sedangkan pendapat yang lain, melanjutkan sholat hingga selesai. (Surat Muhammad ayat 33)
-                Apabila telah selesai sholat baru mendapati air, maka tidak perlu mengulangi sholatnya.
————————————-


[1] Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin Said Salim
[2] Makalah waktu acara diskusi bulanan FOSKITA (Forum Silaturrahim Keluarga Tafahna), kamis tgl 8 April 2010. Tafahna al_asyrof – Egypt