20 Juni 2013

ANTARA DOKTER DAN KIAI

Antara Dokter Dan Kiai

  | 0 comments
drkiai
Alhamdulillâhi wahdah, wash shalalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh.
Ada apa dengan kiai dan dokter? Ada masalah apa antara keduanya? Ndak ada apa-apa koq!Hanya saja dalam kesempatan kali ini kita ingin menyoroti persamaan antara dua profesi tersebut dan perbedaannya.
Persamaannya: baik kiai maupun dokter, sama-sama bertugas untuk menjaga kesehatan manusia dan mengobati penyakit mereka. Kiai menjaga kesehatan rohani dan mengobati penyakit-penyakit hati, sedangkan dokter, tugasnya menjaga kesehatan jasmani serta mengobati penyakit-penyakit fisik.
Kedua profesi tersebut sama-sama penting dan dibutuhkan manusia. Mengabaikan salah satunya akan merugikan insan. Sekedar contoh: orang yang sehat rohaninya namun sakit gigi, dia akan terganggu manakala membaca al-Qur’an. Sebaliknya orang yang sehat jasmaninya namun sakit hatinya, dia akan tidak merasa berdosa untuk berkorupsi ria.
Itu salah satu persamaannya, lantas apa perbedaan antara kiai dan dokter? Jika dicermati, tentu akan banyak ditemukan sisi perbedaannya, namun yang akan kita singgung di sini adalah perbedaan masyarakat dalam menilai dan menyikapi keduanya.
1. Banyak masyarakat cenderung selektif dalam memilih dokter, namun tidak sebaliknya manakala mereka mencari kiai.
Itu akan terlihat jelas manakala orang mau berobat, seringkali dia akan begitu berhati-hati dalam memilah dan memilih dokter, bahkan dalam yang satu spesialisasi sekalipun! Namun tidak demikian manakala mereka mengaji dan bertanya dalam ilmu agama. Banyak di antara mereka cenderung asal-asalan dalam memilih narasumber, senemunya!
Padahal jika dalam dunia medis dikenal mal praktek, dalam ranah keulamaan pun juga dikenal adanya kiai palsu. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi kita shallallahu’alaihiwasallamsudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut,
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا؛ اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا”
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan”. HR. Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, dengan redaksi Bukhari.
2. Realita berkata bahwa banyak di antara kita yang tidak sadar manakala menderita sakit rohani. Kebalikannya manakala terjangkiti penyakit fisik, kita akan segera berfikir dan terbebani untuk lekas membebaskan diri darinya, dengan beragam cara yang bisa ditempuh.
Contoh nyatanya: tatkala terjangkiti penyakit pelit, sombong, hasad dan yang semisal, kebanyakan kita akan tenang-tenang saja, seakan tidak ada apa-apa. Namun manakala divonis dokter sebagai penderita kanker stadium tinggi misalnya, maka akan kalang kabut, seakan kiamat telah tiba.
Padahal kesengsaraan sejati adalah kesengsaraan di akherat yang itu bersumber dari penyakit rohani. Adapun kesengsaraan di dunia tidaklah seberapa.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Di hari kiamat kelak akan didatangkan calon penghuni neraka yang dahulunya ketika di dunia hidup paling senang. Lalu dicelupkan ke dalam neraka sekali, kemudian ditanya, “Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan keindahan dan kenikmatan duniawi?”. “Tidak demi Allah, wahai Rabbi” jawabnya.
Lalu didatangkan calon penghuni surga yang dahulu di dunia hidupnya paling sengsara. Kemudian dicelupkan ke dalam surga sekali, dan ditanya, “Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan kemiskinan dan mengalami kesengsaraan?”. “Tidak demi Allah wahai Rabbi, aku tidak pernah merasakan kemiskinan ataupun mengalami kesengsaraan”. HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu.
Padahal itu hanyalah satu celupan, bagaimana dengan kekekalan di dalamnya?!
@  Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Kamis, 11 Shafar 1433 / 5 Januari 2012

6 Juni 2013

Amalan keliru bulan sya'ban


Amalan keliru bln sya'ban


Bulan Sya'ban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya'ban, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 



ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ


“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam beramal sholeh. Jika beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan. Islam sungguh mudah, cuma sekedar ikuti apa yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam contohkan, itu sudah mencukupi.


Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)


Dalam riwayat Muslim disebutkan,


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)


Bid'ah sendiri didefinisikan oleh Asy Syatibi rahimahullah dalam kitab Al I'tishom,


عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ


"Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala."


Amalan yang Ada Tuntunan di Bulan Sya'ban


Amalan yang disunnahkan di bulan Sya'ban adalah banyak-banyak berpuasa. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,


فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ


"Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)


Di bulan Sya'ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda kelewat bulan Ramadhan berikutnya.


Amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya'ban


Adapun amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu 'alaihi  wa sallam banyak yang tumbuh subur di bulan Sya'ban, atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Boleh jadi ajaran tersebut warisan leluhur yang dijadikan ritual. Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dho'if (lemah) atau maudhu' (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut beberapa di antaranya:


1. Kirim do'a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan. Yang dikenal dengan Ruwahan karena Ruwah (sebutan bulan Sya'ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya'ban identik dengan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya'ban. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.


2. Menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan shalat dan do'a.
Tentang malam Nishfu Sya'ban sendiri ada beberapa kritikan di dalamnya, di antaranya:



a. Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248). Juga yang mengatakan seperti itu adalah Abul 'Ala Al Mubarakfuri, penulis Tuhfatul Ahwadzi.


Contoh hadits dho'if yang membicarakan keutamaan malam Nishfu Sya'ban, yaitu hadits Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ


“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi berkata, “Hadits ini  munqothi’ (terputus sanadnya).” [Berarti hadits tersebut dho’if/ lemah].


b. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ 


“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1144). Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam Jum’at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Jum’at lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jum’at adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.” (HR. Muslim). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar jangan mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya dengan shalat tertentu, hal ini  menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk tidak dikhususkan dengan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika ada dalil yang mendukungnya. (At Tahdzir minal Bida’, 28).


c. Malam nishfu Sya'ban sebenarnya seperti malam lainnya. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Malam Nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam-malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan shalat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu ketika itu. Namun catatan yang perlu diperhatikan, kami sama sekali tidak katakan, “Barangsiapa yang biasa bangun shalat malam, janganlah ia bangun pada malam Nishfu Sya’ban. Atau barangsiapa yang biasa berpuasa pada ayyamul biid (tanggal 13, 14,15 H), janganlah ia berpuasa pada hari Nishfu Sya’ban (15 Hijriyah).” Ingat, yang kami maksudkan adalah janganlah mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat tertentu atau siang harinya dengan puasa tertentu." (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 115)


d. Dalam hadits-hadits tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebutkan bahwa Allah akan mendatangi hamba-Nya atau akan turun ke langit dunia. Perlu diketahui bahwa turunnya Allah di sini tidak hanya pada malam Nishfu Sya’ban. Sebagaimana disebutkan dalam Bukhari-Muslim bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap 1/3 malam terakhir, bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja. Oleh karenanya, keutamaan malam Nishfu Sya’ban sebenarnya sudah masuk pada keumuman malam, jadi tidak perlu diistimewakan.


‘Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada si penanya, “Wahai orang yang lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam Nishfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja, -pen).” Dikeluarkan oleh Abu ‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah (92).


Al ‘Aqili rahimahullah mengatakan, “Mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya itu layyin (menuai kritikan). Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Allah akan turun setiap malam, itu terdapat dalam berbagai hadits yang shahih. Ketahuilah bahwa malam Nishfu Sya’ban itu sudah masuk pada keumuman malam, insya Allah.” Disebutkan dalam Adh Dhu’afa’ (3/29).


Kami harap para pembaca bisa pula membaca artikel berikut: Meninjau Ritual Malam Nishfu Sya'ban.


3. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengan "nyadran"). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak dikhususkan pada bulan Sya'ban saja. Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ


“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976). Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk 'nyadran' atau 'nyekar'. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.


4. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (baca: ikhtilath) dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!


Cukup dengan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam


Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,


اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ 




“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)


Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kelak. Sedangkan orang yang melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ


“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049). Sehingga kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Umar bin 'Abdul 'Aziz berkata,


مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ


"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan."  (Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)
Wallahu waliyyut taufiq.



Ust. Abduh Tuasikal

MENCERMATI FENOMENA BERMAAFAN SEBELUM RAMADHAN

MENCERMATI FENOMENA BERMAAFAN SEBELUM RAMADHAN
------------------------
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib meminta agar perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari saat tidak ada ada dinar dan dirham, karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun, jika ia tidak memiliki amal saleh maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi.” (H.r. Bukhari, no. 2449)

<«  Kata “اليوم” (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan yang paling baik adalah meminta MAAF dengan SEGERA karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput.

Dari hadis ini jelaslah bahwa Islam  mengajarkan untuk meminta maaf, jika kita berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta MAAF TANPA SEBAB dan dilakukan kepada SEMUA ORANG  yang ditemui maka itu tidak pernah diajarkan oleh Islam.

<« Jika ada yang berkata, “Manusia ‘kan tempat salah dan dosa. Mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari.”

<« Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta-merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal, mereka adalah orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak disengaja atau tidak disadari itu tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah ta’ala. 

<« Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya, Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, ‎​karena lupa, atau karena dipaksa.”

(H.R. Ibnu Majah, no. 1675; Al-Baihaqi, 7:356; Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 4:4; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

♧°˚˚˚°♧♧ (y) 
Dengan demikian, orang yang “MEMINTA MAAF TANPA SEBAB” kepada semua orang bisa terjerumus pada sikap GHULUW (berlebihan) dalam beragama. Begitu pula, mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
♧°˚˚˚°♧♧ (y) 

Hal lain yang menjadi sisi negatif tradisi semacam ini adalah menunda permintaan maaf terhadap kesalahan yang dilakukan kepada orang lain hingga bulan Ramadan tiba. Beberapa orang, ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, tidak langsung minta maaf dan sengaja ditunda sampai momen Ramadhan tiba, meskipun harus menunggu selama 11 bulan.

Meski demikian, bagi orang yang memiliki kesalahan bertepatan dengan Sya’ban atau Ramadhan, tidak ada larangan memanfaatkan waktu menjelang Ramadhan untuk meminta maaf pada bulan ini, kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan, ini tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun dan dilakukan tanpa sebab.
والله أعلم بالصواب 

Artikel:  www.KonsultasiSyariah.com

5 Juni 2013

Dari MADINAH hingga ke RADIO RODJA


Sepenggal Catatan Perjalanan Dari Madinah Hingga Ke Radio RodjaKode: BK 378
Harga:
Rp. 30.000
Rp. 25.500 (Diskon)
Penulis: Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, Lc
Penerbit: Pustaka Cahaya Sunnah
Tebal: 224 hlm
Berat: 0,3 kg
Judul Lengkap:
Buku Sepenggal Catatan Perjalanan Dari Madinah Hingga Ke Radio Rodja, Mendulang Pelajaran Akhlak Dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr Hafizhahullah
Resensi:
PROLOG
Semangat beribadah terkadang memudar, semangat menuntut ilmu terkadang menyurut. Padahal, dalil akan keutamaan menuntut ilmu telah banyak dihafalkan. Demikianlah, jiwa terkadang dijangkiti rasa malas dan diserang rasa bosan.
Sungguh, betapa banyak orang yang akhirnya kembali bersemangat, bahkan lebih bersemangat dari sebelumnya dan terdorong untuk mencapai derajat yang tinggi disebabkan sejarah yang dibacanya, dikarenakan cerita yang didengarnya. Terlebih lagi jika itu adalah cerita teladan yang didengarnya. Terlebih lagi jika itu adalah cerita teladan yang didengarnya atau dibacanya dari orang yang hidup di zamannya.
Terkadang, jiwa tatkala diceritakan sejarah para sahabat atau para salafush shalih maka jiwa tersebut akan berbisik seraya mengeluh, “Itukan cerita orang-orang dulu ? Masanya kan berbeda ? Kita sekarang berada di zaman penuh fitnah, zaman dimana kita sangat membutuhkan materi dan tentunya tidak bisa disamakan dengan zaman salafush shalih”.
Demikianlah, jiwa selalu mencari-cari alasanuntuk bisa melegitimasi kekurangan yang ada padanya. Namun, bagaimana jika cerita teladan tersebut tentang seorang yang ada dizamannya … ? Terlebih lagi, orang tersebut ternyata masih hidup dan pernah dia temui … ? Dan ternyata kita menimba ilmu darinya … ? Tentunya hal ini akan lebih membekas dan memberi perubahan positif terhadap jiwa…
PRIBADI YANG ENGGAN DIPUJI
Ternyata keikhlasan memang perkara yang sangat mahal harganya. Lebih berat lagi adalah menjaga keikhlasan setelah memperolehnya…
Syaikh abdurrozaq pernah menjadi moderator saat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyampaikan nasihat kepada para mahasiswa Universitas Islam Madinah. Syaikh Abdurrozzaq memulai moderasinya dengan kalimat: “Alhamdulillah, pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan mendengarkan muhadharah yang akan disampaikan oleh ‘Al-Allamah’ Muhammad bin Shalih …”
Tiba-tiba, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menimpali dengan suara yang lantang: “Uskut !!!”
Syaikh Abdurrozaq tersentak mendengar kalimat syaikh Muhammad yang memintanya diam. Beberapa saat kemudian barulah beliau sadar bahwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin tidak ridha jika digelari dengan ‘Al-Allamah’, orang yang sangat ‘alim…
Menolak Penulisan Gelar & Menolak Tersohor
……….
Menyembunyikan Tangis Untuk Menjaga Keikhlasan
……….
Uang Ini Bukan Dari Saya, Tapi Dari Orang Lain
……….
PERHATIAN BELIAU TERHADAP AMAL
Bahwasanya ilmu itu hanya memberi 2 pilihan dan tidak ada pilihan ketiga, yaitu Menjadi pembela bagi pemiliknya atau Menyerangnya pada hari kiamat jika tidak diamalkan …
Mengenai Syaikh Abdurrozzaq, sebagaimana pengakuan sebagian teman yang pernah dekat dengan beliau, bahwasanya beliau bukanlah orang yang paling ‘alim di kota Madinah, bahkan bukan pula orang yang paling ‘alim di Universitas Islam Madinah, karena pada kenyataannya masih banyak ulama lain yang lebih unggul dari beliau dari sisi keilmuannya. Akan tetapi yang menjadikan beliau istimewa di hati para mahasiswa adalah perhatian beliau terhadap amal, takwa, dan akhlak…
Syaikh Abdurrozzaq menjelaskan bahwa seseorang yang telah banyak mengumpulkan ilmu lantas tidak diamalkan maka hal ini menunjukan ada niatnya yang tidak beres….
Syaikh berkata, “Aku ingin mengingatkan sebuah perkara yang terkadang kita melalaikannya tatkala kita mempelajari ilmu Aqidah. Ibnu Qoyyim rahimahulloh berkata, “Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatasn dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki (terkontaminasi) …” Maksud ‘telah termasuki’ yaitu telah termasuki sesuatu, baik riya, tujuan duniawi, atau yang semisalnya, maka ilmu tersebut tidak akan bermanfaaat dan tidak akan diberkahi …
Orang Yang Tidak Shalat Shubuh Berjama’ah Bukanlah Penuntut Ilmu
……….
Ilmu Adalah Pohon Dan Amal Adalah Buahnya
……….
Semangat Beramal Mengalahkan Kelelahan Dan Kelemahan
……….
Manhaj Nabi !!!
……….
DAKWAH TANPA MEMBEDAKAN GOLONGAN
Demikianlah syaikh Abdurrozaq apabila telah melazimi sebuah pengajian maka beliau akan disiplin. Jika beliau telah menetapkan pengajian mulai selepas shalat ashar maka tetap harus jalan, bahkan terkadang ada orang penting yang ingin bertemu dengan beliau, bahkan kerabat beliau, maka beliau tunda pertemuan dengan mereka setelah mengisi pengajian di radio Rodja…
MENGUNDANG SYAIKH KE INDONESIA
“Aku tidak ingin meninggalkan tugas mengajarku,” jawab syaikh, mematahkan Harapan saya. Namun, tiba-tiba syaikh berkata, “Bisa, jika aku mengatur murid-muridku agar jam mengajarku ditunda & dirapel, namun kita hanya bisa bersafar ke Indonesia selama lima hari. Kita berusaha menyenangkan hati para pendengar radio Rodja dengan menziarahi mereka di Indonesia.”…
AKUPUN BERSAFAR BERSAMA BELIAU
“Karena aku ke Indonesia bukan untuk memihak salah satu golongan yang ada. Aku ke Indonesia untuk silaturahmi dan mengunjungi radio Rodja. Apakah engkau suka, “Ya Firanda, ada seorang syaikh yang datang ke saudara-saudaramu yang berselisih denganmu lantas mereka menceritakan keburukan-keburukanmu kepada syaikh tersebut ? Tentunya engkau tidak suka. Demikian juga, sebaliknya engkau tidak perlu menceritakan kondisi saudaramu-saudaramu yang berselisih denganmu. Toh, mereka tidak berselisih denganmu pada permasalahan akidah. Engkau dan mereka saling bersaudara diatas akidah yang satu.” …
“Ya syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah pendusta. Apakah aku berhak memebela diri dan menambah tuduhan tersebut ?”. “Wahai firanda, jangan kau bantah dia, bagaimanapun dia adalah saudaramu seakidah”. Jawab beliau. “Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka tunjukan bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya. Engkau bersabar dan jika engkau bersabar percayalah suatu saat dia akan melunak dan akan menjadi sahabatmu”….
“Syaikh berkata, “Sekali-kali jangan kau bantah dia, selamanya jangan kau bantah dia !! Apakah engkau ingin yang membela dirimu sendiri ? ataukah engkau ingin Alloh yang akan membelamu !!! …
Jika engkau bersabar maka Alloh pasti akan mengutus tentaranya untuk membelamu. Pekaranya terserah engkau, apakah engkau yang akan membela dirimu sendiri –..mahluk yang sangat lemah..- ataukah engkau menyerahkan urusanmu kepada Alloh Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu” …
PESAWAT MENDARAT DI TANAH AIR TERCINTA
Maka beliaupun berkata kepada para hadirin sambil bercanda, “Firanda ini benar dalam menterjemahkan materi kajian, tetapi salah dalam menterjemahkan makanan”. Para hadirin yang ikut makan bersama kamipun tertawa…
TIBA DITEMPAT KELAHIRANKU SURABAYA
“Alhamdulillah yang telah mengumpulkan kita dari tempat yang berbeda-beda diatas keimanan”. Bahkan syaikh sempat mencandai mereka seraya berkata, “Firanda kalau nanti mereka mau mengambil jatah mereka diluar kabarkan ke panitia bahwa mereka bertiga sudah makan siang bersama kita”. Ketiga santri tersebutpun tertawa…
KEMBALI KE JAKARTA
Sebelum mengisi di studio radio Rodja beliau sempat bertemu dengan anak-anak kecil yang sudah berkumpul di halaman studio radio Rodja. Beliau berjabat tangan dengan anak-anak tersebut, serta beliau membagi-bagikan kue-kue dan buah-buahan yang ada di mobil yang disediakan buat beliau. Tidak cukup sampai disitu, kebetulan di dekat studio radio Rodja ada sebuah kios kecil yang menjual roti, maka syaikhpun mengeluarkan uang 100 real dan berkata, “Firanda beli semua roti yang ada di kios tersebut kemudian bagi-bagikan ke anak-anak!”…
Aku jadi ingat pernah suatu saat ada perselisihan yang timbul diantara para dai dari sebuah Negara. Sebagian dai yang berselisih tersebut masih belajar di kota Madinah, merekapun mengunjungi syaikh dan menyampaikan keluhan mereka terhadap sebagian dai-dai senior yang mengeluarkan kebijaksanaan yang kurang bisa diterima. Tatkala itu kebetulan aku sedang di rumah syaikh, jadi ikut mendengarkan keluhan mereka. Beberapa hari kemudian syaikh bertemu dengan dai-dai senior yang dikeluhkan tersebut dan kebetulan aku juga sedang bersama dengan syaikh, maka beliaupun berkata kepada dai-dai senior tersebut, “Si fulan dan fulan –maksud syaikh dai-dai muda yang mengeluhkan dai-dai senior tersebut di Madinah- serta teman-teman mereka di Madinah selalu memuji-muji kalian dan selalu menyebutkan kebaikan-kebaikan kalian”. Demikian kata syaikh kepada dai-dai senior tersebut. Setelah dia-dai senior tersebut pergi syaikh berkata kepadaku, “Ya firanda tidak ada yang lebih baik daripada mendamaikan diantara dua pihak yang bersengketa”. Kemudian membaca firman Alloh Subhanahu wa ta’ala surat AN-Nisaa aya 114 ….
KEMBALI KE KOTA SUCI MADINAH
Batinku berkata, “Ternyata semakin tinggi ilmu seseorang semakin semangat belajar, bahkan di tengah keramaian seperti bandara, beliau tetap belajar memanfaatkan waktu”…
RENUNGAN
Contoh-contoh teladan yang dibawakan syaikh diatas tidak lain adalah sebagai cambuk bagi kita yang masih sangat kurang dan jauh dari akhlak para ulama. Terkadang kita merasa akhlak kita sudah baik karena seringnya kitaberhusnudzon pada jiwa kita yang sangat lemah ini. Namun jika kita membaca perjalananhidup para ulama dan menela’ah akhlak mereka nampaklah bahwasanya kita sungguh jauh dan sangat jauh …
PERINGATAN
Sebagian orang menyangka bahwasanya yang dinamakan dengan ketakwaan adalah hanyalah menjalankan dan menunaikan hak-hak Alloh tanpa memperhatikan hak-hak hambaNya. Mereka menyangka bahwasanya penerapan ajaran agama hanya terbatas pada bagaimana hubungan dengan Alloh tanpa memperhatikan bagaimana berakhlak mulia terhadap hamba-hambaNya…
PENUTUP
Ya Alloh tunjukanlah kepada kami untuk berhias dengan akhlak yang terbaik karena tidak ada yang bisa menunjukan kami kepada hal itu kecuali Engkau, dan jauhkanlah kami dari akhlak yang buruk dan tidak ada yang bisa menjauhkan kami kepada hal itu kecuali Engkau…