31 Mei 2013

"Pendidik pertama, ibu" by alsofwa


hari-ibu (1)Anak bergantung kepada bapak ibunya, jika kita membandingkan bapak dengan ibu maka kita bisa katakan bahwa ketergantungan anak kepada ibu jauh lebih besar. Menggunakan perbandingan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, ketergantungan anak kepada ibu adalah tiga per empat, sementara kepada bapak adalah sisanya yaitu seperempat, kurang dari setengah. Maka dalam hadits dari Abu Hurairah Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepada seorang laki-laki agar berbuat baik kepada ibunya yang beliau tegaskan sebanyak tiga kali, baru pada kali keempat kepada bapaknya. Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, dia berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku?” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab,
قالَ : أُمُّكَ قال: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ قالَ: ثمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ قال: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أَبُوكَ.
“Ibumu.” Dia bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kemudian bapakmu.”
Sebagian ulama berkata, hal itu karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh bapak: mengandung, melahirkan dan menyusui. Firman Allah,
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا [الأحقاف : 15]
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (Al-Ahqaf: 15).
Satu hakikat lagi yang tidak diperdebatkan oleh dua orang bahwa masa yang dibutuhkan oleh seorang anak untuk bisa mandiri atau masa kekanak-kanakan anak manusia lebih panjang daripada makhluk hidup yang lain, diawali dengan kehamilan, melahirkan dan menyusui terjalin ikatan emosional antara ibu dengan anak yang tidak ada duanya, ini artinya interaksi anak dengan ibu dalam fase-fase tersebut relatif lebih intens, karenanya anak banyak mengambil dan belajar dari ibu dalam masa-masa tersebut khususnya masa-masa balita dan sekolah dasar, lebih-lebih masa pra sekolah, ibunya yang melatihnya duduk, berdiri, dan berjalan, ibulah yang mendekap dan menggendongnya jika dia jatuh ketika berlatih berjalan, ibulah yang melatihnya berbicara, memanggil mama, papa, ibulah yang menyuapinya sekaligus melatihnya cara-cara makan, ibulah yang … dan seterusnya.
Seorang penyair berkata menjelaskan peran ibu yang sangat penting,
الأُمُّ مَدْرَسَةٌ إذَا أَعْدَدْتَهاَ
أَعَدَّتْ جِيْلاً طَيِّبَ الأَعْرَاقِ
Ibu adalah madrasah jika kamu menyiapkannya
Maka dia menyiapkan generasi berkarakter baik.
Penyair lain berkata,
وَإذَا النِّسَاءُ نَشَأْنَ فِى أُمِّيَةٍ
رَضَعَ الرِّجَالُ جَهَالةً وَخَمُولاَ
Apabila para ibu tumbuh dalam ketidaktahuan
Maka anak-anak akan menyusu kebodohan dan keterbelakangan
Ibu adalah pendidik pertama, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bapak sebagai penanggung jawab keluarga, maka termasuk kewajiban bapak memilih pendidik pertama yang baik bagi anaknya. Melihat betapa besar pengaruh pendidk pertama ini bagi anak, maka Islam menganjurkan memilih pendidik pertama yang baik dan melarang memilih pendidik yang tidak baik.
Ketika Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menyodorkan empat perkara yang menjadi alasan seorang wanita dinikahi maka beliau menganjurkan memilih wanita dengan kriteria keempat yaitu pemilik agama.
تُنْكحُ المَرْأةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا ولِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهاَ فاَظْفَرْبِذَاتِ الدِّيْن تَربَتْ يَدَاكَ .
“Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah pemilik agama niscaya kamu beruntung.” (Muttafaq alaihi).
Salah satu tujuan pernikahan adalah lahirnya anak keturunan yang shalih, dan peluang keshalihan anak keturunan akan tetap terbuka jika sekolah pertama bagi anak shalih pula. Kamu tidak akan memanen anggur dari duri, jangan berharap air dari api dan orang yang tidak memiliki tidak mungkin memberi.
Dari sini penulis memahami bahwa di antara hikmah mengapa menikahi wanita musyrikah tidak diizinkan bahkan –menurut salah satu pendapat di kalangan para ulama dan ini insya Allah yang rajih- menikah dengan wanita pezina juga tidak diizinkan. Untuk yang pertama al-Qur`an berkata,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ [البقرة : 221]
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221).
Untuk yang kedua al-Qur`an berkata,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ [النور : 3]
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (An-Nur: 3).
Menurut Anda apa yang diberikan ibu sebagai pendidik pertama kepada anaknya jika dia wanita musyrik atau pezina? Anda pasti tahu. Bejana memberi rembesan sesuai dengan isinya. Hikmah ini dikatakan secara nyata oleh al-Qur`an ketika ia melarang menikahi wanita musyrikah.
أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ [البقرة : 221]
“Mereka mengajak ke neraka.” (Al-Baqarah: 221). Jika orang-orang musyrik termasuk wanitanya yang menyeru ke neraka maka para pezina termasuk wanitanya menyeru kepada zina, lalu apa harapan Anda darinya manakala pendidik anak Anda demikian? Wallahu a’lam.