30 Desember 2014

ANTARA KALIMAT TAUHID & PERAYAAN TAHUN BARU

ANTARA KALIMAT TAUHID & PERAYAAN TAHUN BARU
-------------------------------------------------------------------------------------

AL-WALA’ WAL BARA’, KONSEKUENSI KALIMAT TAUHID YANG AGUNG

al-Wala’ adalah aqidah seorang mukmin yang mengharuskannya untuk bersikap loyal dan cinta terhadap Islam dan kaum muslimin, cinta pada syi’ar-syi’ar agama, cinta pada segenap sarana yang bisa menghantarkan menuju cinta Allah dan ridha-Nya.

Singkat kata, al-Wala’ adalah loyal dan cinta pada segenap apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Sebaliknya, al-Bara’ adalah aqidah mukmin yang mengharuskannya untuk membenci, berlepas diri, dan (bahkan) memusuhi segala yang dimusuhi dan dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.

Para ulama telah menegaskan (berdasarkan dalil-dalil al-Qur-an dan al-Hadits), bahwasanya aqidah al-Wala’ wal Bara’ (baca: cinta dan benci karena Allah) merupakan salah satu konsekuensi kalimat tauhid “laa ilaaha illallaah” yang teragung. Ini dikarenakan “laa ilaaha illallaah” punya dua rukun yang harus bergandengan selamanya, yaitu;

an-Nafyu (peniadaan) adanya sesembahan yang berhak diibadahi dengan haq, dan
al-Itsbaat (penetapan) bahwa Allah adalah pengecualian dari an-Nafyu di atas. Dia adalah satu-satunya Dzat yang berhak menerima peribadatan yang haq dari makhluk.

Jadi pada kalimat “laa ilaaha…” (yang berarti: tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar) mengandung makna an-Nafyu. 

Sedangkan makna al-Itsbaat terdapat pada kalimat setelahnya yaitu “…illallaah” (yang berarti: kecuali hanya Allah semata).

Dua rukun tersebut dipetik dari banyak ayat al-Qur-an, di antaranya firman Allah (yang artinya):

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Barangsiapa ingkar kepada thagut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah semata (dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya saja), sungguh ia telah berpegang pada tali yang sangat kuat.” 

[QS. al-Baqarah: 256]

an-Nafyu pada ayat di atas terdapat pada kalimat: “…ingkar kepada thagut”, sedangkan al-Itsbaat dipetik dari kalimat: “…beriman pada Allah semata”.

Dua rukun kalimat tauhid di atas, mengharuskan adanya sikap al-Wala’ dan al-Bara’ dalam diri seorang mukmin. Itulah sebabnya mengapa Allah memuji Ibrahim ‘alaihissalam dalam al-Qur-an sebagai uswah (teladan), dikarenakan beliau telah menegakkan konsekuensi kalimat tauhid, yaitu mencintai simbol-simbol keimanan (al-Wala’) dan memusuhi simbol-simbol kekufuran (al-Bara’). 

Allah berfirman dalam al-Qur-an tentang sikap Ibrahim terhadap kekufuran, yang sekaligus menjadi dalil atas dua rukun tauhid di atas:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

Artinya: “Sungguh telah ada suri teladan yang baik dari Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya tatkala mereka berkata kepada kaum mereka (yang kafir): ‘sungguh kami telah bara’ (berlepas diri) dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah selain Allah (an-Nafyu). 
Kami ingkar pada kalian, dan telah jelas permusuhan dan kebencian antara kami dengan kalian selamanya sampai kalian mentauhidkan hanya Allah semata (al-Itsbaat).” 

[QS. al-Mumtahanah: 4]

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka jelaslah sudah bahwa ikrar kita akan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah, tidak akan pernah sempurna sampai kita mampu membuktikannya dengan menegakkan al-Wala’ dan al-Bara’.

Kemudian, al-Wala’ dan al-Bara’ pun harus selamanya bergandengan dalam diri seorang mukmin sebagaimana al-Itsbaat dan an-Nafyu tidak terpisahkan dari rukun laa ilaaha illallaah. 

Maka “cinta” semata, tidak cukup jika tidak dibarengi oleh “benci” demi yang dicintai.

Betapa indahnya ungkapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang menunjukkan kedalaman pemahaman beliau akan al-Wala’ dan al-Bara’ sebagai dua unsur yang tidak terpisahkan dari konsekuensi laa ilaaha illallaah:

لَيْسَ لِلْقُلُوْبِ سُرُوْرٌ وَلاَ لَذَّةٌ تَامَّةٌ إلاَّ فِي مَحَبَّةِ اللهِ، وَالتَّقَرُّبِ إلَيْهِ بِمَا يُحِبُّهُ، وَلاَ تُمْكِنُ مَحَبَّتُهُ إلاَّ بِالإعْرَاضِ عَنْ كُلِّ مَحْبُوْبٍ سِـوَاهُ، وَهَذَا حَقِيْقَةُ (لا إله إلا الله) وَهِيَ مِلَّةُ إبْرَاهِيْمَ الْخَلِيْلِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَسَائِرِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

“Hati tidak akan mungkin merasakan kebahagiaan dan kelezatan yang sempurna, kecuali dengan mencintai Allah dan taqarrub pada-Nya melalui segala yang dicintai-Nya. 

Dan mencintai-Nya tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan berpaling dari segenap kecintaan pada selain-Nya. Inilah hakikat laa ilaaha illallaah, dan inilah (inti) agama Ibrahim ‘alaihissalam (kekasih Allah) beserta segenap Nabi dan Rasul.” 

[Majmu’ al-Fatawa: 28/32]

KEUTAMAAN MENEGAKKAN AL-WALA’ & AL-BARA’

Rasulullah bersabda:

أَوْثَقُ عُرَى الإيْمَانِ الْمُوَالاَةُ فِـي اللهِ وَالْمُعَادَةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ

“Tali iman yang paling kokoh adalah; loyalitas karena Allah (sekaligus juga) memusuhi karena Allah, dan cinta karena Allah (sekaligus) membenci karena Allah.” [Hadits Hasan, Shahihul Jami’ush Shagir: 2/343]

Semoga Allah merahmati Ibnu ‘Abbas radhiallaahu’anhu yang telah berkata:

مَنْ أَحَبَّ فِي اللهِ وَأَبْغَـضَ فِي اللهِ، وَوَالَى فِي اللهِ، وَعَادَى فِي اللهِ فَإنَّمَا تُنَالُ وِلاَيَةُ اللهِ بِذَلِكَ، وَلَنْ يَجِدَ عَبْدٌ طَعْمَ الإيْمَانِ وَإنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ وَصَوْمُهُ حَتَّى يَكُوْنَ كَذَلِكَ…

”Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, bersikap loyal karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sungguh (derajat) Wali Allah hanya bisa diraih dengan sifat-sifat tersebut. 

Dan seorang hamba tidak akan pernah mendapati lezatnya iman, betapapun banyak shalat dan puasanya, sampai hal tersebut terwujud pada dirinya…”

[Hilyatul Auliyaa’: 1/312, lih. Al-Walaa’ wal Baraa’ fil Islaam hal. 42]

Syari’at Allah dan Rasul-Nya menghendaki adanya tembok pemisah antara keimanan dan kekufuran, antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir. 

Jika tembok pemisah ini runtuh, maka kebatilan akan menjadi samar karena diselubungi oleh pakaian al-haq, demikian sebaliknya. 

Lambat laun, manusia akan kembali pada era jahiliyyah, di mana kebatilan dianggap haq, dan yang haq dianggap batil. 

Jika ini terjadi, maka manusia akan kehilangan kemanusiaannya. 

Tatanan moral dan sosial akan hancur. Kerusakan di muka bumi pun tidak terelakkan lagi. Allah berfirman:

إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

Artinya: “…Jika kalian tidak mewujudkannya (yakni al-Wala’ dan al-Bara’), niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

[QS. al-Anfaal: 73]

PERAYAAN TAHUN BARU DARI PERSPEKTIF AL-WALA’ & AL-BARA’

Jika ditilik dari sisi sejarah, perayaan tahun baru masehi sangat kental dengan nuansa kekufuran. Dalam The World Book Encyclopedia tahun 1984, vol. 14, hal. 237, tercata (yang artinya):

“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. 

Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). 

Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, dewa yang (dikhayalkan-red) punya dua wajah, satu mengahadap ke (masa) depan, dan satu lagi menghadap ke (masa) belakang.”

Bulan Januari (bulannya Dewa Janus) juga ditetapkan setelah Desember, dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice (musim dingin) yaitu hari-hari di mana kaum Paganis (musyrik-red) menyembah matahari.

Bagi orang-orang Persia (sekarang Iran-red) yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari dijadikan hari raya mereka yang dikenal dengan sebutan Nairuz atau Nurus. 

Kaum Majusi meyakini bahwa pada tahun baru itulah Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi. 

Kisah perayaan mereka ini direkam oleh Imam Nawawi dalam kitab Nihaayatul ‘Arob.

Dalam perayaan Nairuz tersebut, kaum Majusi menyalakan api dan mengagungkannya. 

Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur antara pria dan wanita, saling mengguyur antara mereka dengan air dan khamr (miras). 

Mereka berteriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta dalam perayaan Nairuz ini disiram dengan air bercampur kotoran. 

[sumber: answering.wordpress.com, dengan sedikit perubahan]

Sekarang, teka-teki dari mana asalnya tradisi kembang api di malam pergantian tahun, terjawab sudah. 

Tidak lain dan tidak bukan ia adalah virus Majusi (penyembah api) yang diam-diam telah merasuki sendi-sendi budaya kita kaum muslimin tanpa kita sadari.

BAGAIMANA SIKAP MUKMIN SEJATI?

Bisa disimpulkan bahwa seorang muslim yang masih meyakini kalimat laa ilaaha illallaah, maka dia harus menjalankan segenap konsekuensi kalimat tersebut, di mana al-Bara’ termasuk di dalamnya. 

Seorang muslim tidak selayaknya ikut serta dalam perayaan tahun baru, apapun bentuk dan ragamnya, termasuk sekedar mengucapkan; “Selamat Tahun Baru”. 

Hal ini terlarang (baca: haram) berdasarkan ikrar kalimat tauhid yang senantiasa kita ucapkan sendiri, belum lagi dalil-dalil al-Qur-an dan Hadits serta keterangan para ulama salaf yang terlalu banyak untuk disebutkan di sini.

Aqidah al-Wala’ dan al-Bara’ mengharuskan seorang muslim mempertahankan jati dirinya, tidak mudah goyah dan latah pada budaya-budaya non-muslim yang bertentangan dengan kemurnian budaya Islam yang telah dirasakan kejayaannya oleh Salafush Shalih. 

Rasulullah bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia telah menjadi bagian dari kaum tersebut.” 

[Hadits Shahih, Shahiihul Jaami’: 5/270]

Penting untuk dicatat, bahwa aqidah al-Wala’ dan al-Bara’ tidak sah jika hanya diyakini dalam hati dan lisan semata, namun juga harus dibuktikan dengan sikap. Maka sangat jelas kekeliruan orang-orang yang mengatakan: 

“Tidak mengapa mengucapkan selamat atas hari raya orang-orang kafir, selama tidak diniatkan dalam hati.”

Ini sama saja dengan klaim palsu orang-orang yang mengatakan:

“Selamat atas perayaan kekafiran kalian pada Allah”, kemudian dalam hati dia berkata: “Saya tetap mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Sungguh ungkapan kontradiktif yang tidak bisa dicerna dan diterima fitrah yang lurus.

Cukuplah kalimat emas berikut (yang konon diucapkan oleh Imam Syafi’I, 
lihat Fathullaah al-Hamiid hal. 348, asy-Syaamilah), menjadi jawaban bagi orang-orang semacam ini:

تَعْصِي الإلَهَ وَأَنْتَ تَزْعُمُ حُبَّهُ ** هَذَا وَرَبِّيْ فِي الْقِيَاسِ شَنِيْعُ

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ ** إنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعُ

Engkau durhakai sesembahanmu, sementara engkau mendakwa cinta pada-Nya

Sungguh ini–demi Tuhanku–adalah perbandingan yang buruk

Andai dakwaan cintamu tulus, niscaya engkau ‘kan taat pada-Nya

Karena sejatinya, seorang pecinta akan taat pada yang dicinta.

***

Ditulis oleh:

Johan Saputra Halim (Abu Ziyan)

fb.com/jo.saputra.halim

Referensi Utama: al-Wala’ wal Bara’ fil Islaam, Syaikh Muhammad Sa’ad al-Qohthooniy, Cet.-1 Daar ath-Thoyyibah

Artikel: http://muslimafiyah.com/

Catatan: 
Semoga tulisan ini menjadi timbangan kebaikan bagi penulisnya dan orang-orang yang ikut andil dalam penyebarannya..aamiin yaa mujiibas saa-iliin. 

Secara khusus saya mengucap syukur pada Allah yang telah memberi taufiq dalam menulis tema ini, dan kepada al-Akh al-Faadhil Raehanul Bahraen yang telah berkenan mem-publish tulisan ini melalui blog-nya yang penuh berkah—bi-idznillaah—.

Via: Ummu Fahrian Ida

17 September 2014

QOSWATUL QULUB


PENYEBAB HATI MENJADI KERAS‬

Allah Ta'alaa  Berfiman : 
‪أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ‬

‫Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata [az-Zumar/39:22]

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا‬

‫Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allâh penyakitnya .... [al-Baqarah/2:10]‬

‪Hati juga bisa menjadi lunak dan juga bisa menjadi sekeras batu. Allâh Azza wa Jalla berfirman:‬

‪ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً‬

‫Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi [al-Baqarah/2:74]‬

‪Begitu pula hati bisa mengkilap, bersinar dan bisa juga menjadi hitam kelam sebagaimana diterangkan di beberapa hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . 

Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang Muslim memperhatikan kondisi hatinya setiap saat, jangan sampai menjadi hati yang keras atau mulai mengeras sehingga nantinya akan menjadi keras dan sulit menerima kebenaran. Na’ûdzu billâhi min dzâlik.‬

‪Mâlik bin Dînâr rahimahullah pernah berkata, "Seorang hamba tidaklah dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang dijadikan keras. Tidaklah Allâh Azza wa Jalla marah terhadap suatu kaum kecuali Dia akan mencabut rasa kasih sayang-Nya dari mereka.[ Ma’âlimut-Tanzîl VII/115.]‬

Hati yang keras atau mulai mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut:‬

‪1. Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan.‬

‪2. Tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat al-Qur’ân yang dibacakan. Berbeda dengan kaum mu’minîn, hati mereka akan bergetar jika dibacakan ayat-ayat al-Qur’ân atau diingatkan akan Allâh Azza wa Jalla .

‪إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ‬

‫Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal. [al-Anfâl/8:2]‬

‪3. Tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allâh Ta'laa

‪أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ‬

‫Dan tidakkah mereka (orang-orang munâfiq) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? [at-Taubah/9:126]‬

‪4. Tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allâh Azza wa Jalla‬

‪5. Bertambahnya kecintaan terhadap dunia dan mendahulukannya di atas akhirat‬

‪6. Tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah‬ gulana. 

‪7. Bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya. 

‪فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ‬

‫Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka. Dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq ash-Shaf/61:]‬

‪8. Tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar.‬


SEBAB-SEBAB KERASNYA HATI

Hati menjadi keras tentu ada penyebabnya. Penyebab-penyebab kerasnya hati di antaranya adalah sebagai berikut:‬

1. Kesyirikan, Kekufuran Dan Kemunafikan.Inilah sebab yang paling besar yang dapat menutupi hati seseorang dari menerima kebenaran. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya:‬

‪سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا ۖ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ۚ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ‬

‫Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, karena mereka telah mempersekutukan Allâh dengan sesuatu yang Allâh sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim [Ali ‘Imrân/3:151]‬

2. Melanggar Perjanjian Yang Dibuat Kepada Allâh Azza wa Jalla (meningalkan ibadah dan banyak berbuat maksiyat) 

Allâh Azza wa Jalla berfirman:‬

‪فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً‬

‫(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka kami laknat mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. [al-Mâ-idah/5:13]‬

‪Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Abu Bakr Al-Jazâiri, “Melanggarnya (perjanjian) dengan (cara) tidak konsisten dengan apa yang ada di dalamnya yang berupa perintah dan larangan.”[Aisarut-Tafâsîr I/338.]‬

3. Tertawa Berlebihan 
Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:‬

‪لاَ تُكْثِرُوا الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ‬

Janganlah kalian banyak tertawa! Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati [ HR. Ibnu Mâjah no. 4193 dan yang lainnya (Dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni di Shahîh Ibni Mâjah)]‬


4. Banyak Berbicara Dan Banyak Makan,  
Bisyr bin al-Hârits pernah berkata, "(Ada) dua hal yang dapat mengeraskan hati: banyak berbicara dan banyak makan.”[Hilyatul-Auliyâ’ VIII/350 .]‬

5.Banyak Melakukan Dosa Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:‬

‪إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ ، صُقِلَ قَلْبُهُ ، فَإِنْ زَادَ ، زَادَتْ ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ : [[ كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ]]‬

‫Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan dosa, maka akan ada bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berhenti (dari dosa tersebut) serta memohon ampunan, maka hatinya akan mengkilap. Apabila dia terus melakukan dosa, maka bertambah pula noktah hitam itu. Itu adalah ar-rân (penutup) yang disebutkan oleh Allâh di kitab-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka [al-Muthaffifîn/83:14]‬


6. Lalai Dari KetaatanAllâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya:‬

‪وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ‬

‫Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allâh), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allâh) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allâh). Mereka itu seperti binatang-binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai [al-A’râf/7:179]‬


7. Nyanyian Dan Alat Musik‘
Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata:‬

‪الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِى الْقَلْبِ‬

‫Lagu-laguan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati [HR. al-Baihaqi dalam Syu’abil-Îmân VII/107 dan yang lainnya (Hadîts mauqûf ini dinyatakan shahîh isnâd-nya oleh Syaikh Al-Albâni dalam Silsilah Adh-Dha’îfah ketika men-takhrîj hadîts no. 2430).]‬


8. Suara Wanita Yang Menggoda
Allâh Azza wa Jalla berfirman :‬

‪إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا‬

‫Maka janganlah kamu tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik [al-Ahzâb/33:32]‬


9. Melakukan Hal-Hal Yang Merusak Hati

Hal-hal yang merusak hati sangatlah banyak. Akan tetapi, dari semua itu ada lima hal yang menjadi faktor perusak hati. Kelima hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah : “Adapun lima hal yang merusak hati adalah :

1.banyak bergaul yang tidak membawa manfaat (berkumpul dengan manusia jahil), 

2.banyak berangan-angan, 

3.Selalu tergantung kepada selain Allâh Azza wa Jalla , 

4.kekenyangan (banyak makan) dan

5.banyak tidur. Inilah kelima hal utama yang dapat merusak hati ”[ Madârijus-Sâlikîn I/343.]‬

OBAT HATI YANG KERAS

Hati yang keras juga memiliki obat agar dia bisa kembali melunak. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat melunakkan hati:‬

1. Beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan selalu meningkatkan keimanan.Allâh Azza wa Jalla berfirman:‬

‪وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ‬

‫Barangsiapa yang beriman kepada Allâh niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya [at-Taghâbun/64:11]‬

‪2. Banyak mengingat Allâh (ber-dzikr) dan membaca al-Qur’ân dengan men-tadabburi-nya (memahami dan merenungi maknanya).‬

‪Allâh Azza wa Jalla berfirman:‬

‪الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ‬

‫(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah! Hanya dengan mengingati Allâh-lah hati menjadi tenteram [ar-Ra’d/13 : 28]‬

3. Belajar ilmu syar’i (ilmu agama)Tidak diragukan lagi, bahwa ilmu syar’i dapat membimbing seseorang untuk menjadi hamba Allâh Azza wa Jalla yang bertakwa. Di awal surat Ali ‘Imrân, Allâh Azza wa Jalla memuji orang-orang yang memiliki ilmu yang dalam. Tahukah pembaca, doa apakah yang mereka ucapkan? Doa yang diucapkan oleh mereka adalah:‬

‪رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ‬

‫Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati-hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia) [Ali ‘Imrân/3:8]‬

‪Merekalah yang lebih tahu akan Rabb-nya bila dibandingkan orang-orang awam dan mereka juga lebih tahu bahwa hati manusia bisa berubah-ubah, sehingga mereka berdoa dengan doa tersebut.‬

4. Berlindung kepada Allâh dari hati yang tidak khusyû’ dengan doa yang telah diajarkan oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam , yang berbunyi:‬

‪اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا‬

‫Ya Allâh! Aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang bermanfaat, dari hati yang tidak khusyû’, dari jiwa yang tidak kenyang dan dari doa yang tidak dikabulkan [ HR. Muslim no. 7081 dan yang lainnya.]‬

5. Berbuat baik terhadap anak yatim dan orang miskin
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya seseorang mengadu kepada Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hatinya yang keras. Beliau Sallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:‬

‪إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ ، وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ‬

‫Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim [ HR. Ahmad no. 7576 dan 9018. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam ash-Shahîhah no. 854)

6. Banyak mengingat kematian
Diriwayatkan dari Shafiyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya seorang wanita mendatangi ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma dan mengadukan keadaan hatinya yang keras. Kemudian ‘Âisyah pun berkata, “Perbanyaklah mengingat kematian, engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan.” Kemudian wanita itu pun mengerjakannya. Setelah itu, dia pun mendapatkan petunjuk di hatinya dan bersyukur kepada ‘Âisyah radhiallâhu 'anhâ. ( HR. Ibnu Abi ad-Dunya (takhrîj ini dinukil dari kitab Dzammu Qaswatil-qalb). ]‬

‪Sa’îd bin Jubair (dan Rabî’ bin Abi Râsyid rahimahumallâh pernah berkata:‬

‪لَوْ فَارَقَ ذِكْرُ الْمَوْتِ قَلْبِي سَاعَةً خَشِيت أَنْ يَفْسُدَ قَلْبِي‬

‫Seandainya mengingat kematian terpisah dari hatiku sekejap saja, saya takut hatiku akan menjadi rusak‬ ([11]. HR. Ahmad dalam az-Zuhd no. 2006, Hilyatul-Auliya’ IV/276 dan  Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf XIII/562).

7. Banyak berziarah kubur
Abu Thâlib, seorang murid Imam Ahmad, pernah berkata, “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillâh (Imam Ahmad) tentang bagaimana melunakkan hatinya. Beliau pun menjawab, ‘Masuklah ke dalam pemakaman dan usaplah kepala anak yatim.’.”[ Thabaqât al-Hanâbilah I/39.]‬

8. Menghadiri majlis ta’lim dan majlis nasihat
Menghadiri majlis-majlis seperti ini sangat berpengaruh terhadap hati manusia. 

Mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh al-‘Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu, “Pada suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat, kemudian menghadap ke kami dan memberikan nasihat yang sangat menyentuh, yang membuat mata-mata menangis dan hati-hati menjadi takut ( HR. Abu Dâwud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Mâjah no. 43 (Hadîts ini dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni dalam Shahih Abi Dâwûd).]‬

9. Menjauhi sebab-sebab terjadinya fitnah dan dosa

Agar hati kita tidak menjadi keras, maka kita berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi sebab-sebab terjadinya dosa atau fitnah. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang para Sahabat bertanya atau meminta sesuatu hal kepada istri-istri Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dari belakang tabir.‬

‪Allâh Azza wa Jalla berfirman:‬

‪وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ‬

‫Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka [al-Ahzâb/33:53]‬

10. Makan makanan yang halal
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang, “Dengan apa hati bisa menjadi lunak?” Kemudian beliau pun menjawab, “Ya bunayya (wahai anakku)! Dengan makan makananan yang halal. (Hilyatul-Auliyâ’ IX/182.]‬

‪11. Shalat malam‬

"Hendaklah kalian sholat malam, karena sholat malam adalah kebiasaan yang dikerjakan orang-orang sholeh sebelum kalian, ia adalah ibadah yang mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus berbagai kesalahan dan pencegah perbuatan dosa." (HR. Tirmidzi)

12. Beribadah dan mendekatkan diri kepada Allâh di waktu sahûr (sebelum Subuh)‬

13. Berteman dengan orang-orang yang soleh,Ibrâhim al-Khawwâsh rahimahullah pernah berkata:‬

‪دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاء : قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ, وَخَلَاءُ الْبَطْنِ, وَقِيَامُ اللَّيْلِ, وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحْرِ, وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ‬

‫Obat hati ada lima macam, yaitu: membaca al-Qur’ân dengan men-tadabburi-nya, mengosongkan perut, shalat malam, mendekatkan diri (kepada Allâh) di waktu sahûr dan duduk-duduk (berteman) dengan orang-orang yang soleh ( Dzammul-Hawâ I/70.‬]‬

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allâh selalu menjaga hati kita agar tetap lunak. Amin.‬

‪يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ. آمِيْن‬

Wahai Dzat Yang membolak Balikkan haatti tetapkanlah hatiku diatas agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu

‎​‎​‎​ آميْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ 

Bbm dari: ust. Sulaiman Abu Syeikha
‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪‪