6 Juni 2013

MENCERMATI FENOMENA BERMAAFAN SEBELUM RAMADHAN

MENCERMATI FENOMENA BERMAAFAN SEBELUM RAMADHAN
------------------------
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apa pun, maka hari ini ia wajib meminta agar perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari saat tidak ada ada dinar dan dirham, karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun, jika ia tidak memiliki amal saleh maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi.” (H.r. Bukhari, no. 2449)

<«  Kata “اليوم” (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan yang paling baik adalah meminta MAAF dengan SEGERA karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput.

Dari hadis ini jelaslah bahwa Islam  mengajarkan untuk meminta maaf, jika kita berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta MAAF TANPA SEBAB dan dilakukan kepada SEMUA ORANG  yang ditemui maka itu tidak pernah diajarkan oleh Islam.

<« Jika ada yang berkata, “Manusia ‘kan tempat salah dan dosa. Mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari.”

<« Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta-merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal, mereka adalah orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak disengaja atau tidak disadari itu tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah ta’ala. 

<« Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya, Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, ‎​karena lupa, atau karena dipaksa.”

(H.R. Ibnu Majah, no. 1675; Al-Baihaqi, 7:356; Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 4:4; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

♧°˚˚˚°♧♧ (y) 
Dengan demikian, orang yang “MEMINTA MAAF TANPA SEBAB” kepada semua orang bisa terjerumus pada sikap GHULUW (berlebihan) dalam beragama. Begitu pula, mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
♧°˚˚˚°♧♧ (y) 

Hal lain yang menjadi sisi negatif tradisi semacam ini adalah menunda permintaan maaf terhadap kesalahan yang dilakukan kepada orang lain hingga bulan Ramadan tiba. Beberapa orang, ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, tidak langsung minta maaf dan sengaja ditunda sampai momen Ramadhan tiba, meskipun harus menunggu selama 11 bulan.

Meski demikian, bagi orang yang memiliki kesalahan bertepatan dengan Sya’ban atau Ramadhan, tidak ada larangan memanfaatkan waktu menjelang Ramadhan untuk meminta maaf pada bulan ini, kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan, ini tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun dan dilakukan tanpa sebab.
والله أعلم بالصواب 

Artikel:  www.KonsultasiSyariah.com