4 September 2014

EMPAT KEBAHAGIAAN DUNIA

EMPAT KEBAHAGIAAN DUNIA
( Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah)

«1»
Kebahagiaan adalah cita-cita setiap insan, Tak ada manusia yang hidup di dunia, bagaimana pun keadaannya, kecuali ia pasti mendambakan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat. Kebahagiaan dunia yang didambakan oleh mereka adalah kebahagiaan yang panjang dan abadi, bukan hanya kebahagiaan semu dan sementara saja. Walapun memang banyak juga yang salah jalan ketika mencari kebahagiaan tersebut, sehingga terkadang ia menyangka bahwa dirinya telah bahagia, padahal ia adalah manusia yang sengsara.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagai rasul yang pengasih dan penyayang kepada umat manusia telah menjelaskan sebagian diantara bentuk dan jalan kebahagiaan yang mungkin dan selayaknya ditempuh oleh para pendamba kebahagiaan.

Di dalam sebuah hadits dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqosh,  Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

أربعٌ مِنَ السعادةِ : المرأةُ الصالحةُ والمسكنُ الواسعُ والجارُ الصالِحُ والمركبُ الهِنِيْءُ، وأربعٌ من الشقاوةِ : الجارُ السوءُ والمرأةُ السوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ

“Ada empat diantara kebahagiaan : istri yang sholihah (baik), tempat tinggal yang luas, tetangga yang sholih (baik), dan kendaraan yang nyaman. Ada empat kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang buruk, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk”. [HR. Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 4032), Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (9556), Adh-Dhiyaa' Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (no. 1048). Hadits ini dinilai shohih oleh Syu'aib Al-Arna'uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 1445)]

Hadits ini merupakan hadits yang agung dan luas maknanya. Karena, ia mengandung banyak faedah dan manfaat imaniyyah. Di dalamnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menerangkan sebagian kebahagiaan dunia. Inilah kebahagian hakiki yang didambakan oleh setiap orang yang berakal saat ia hidup di dunia. Sebab kebahagiaan ini juga akan memberikan pengaruh bagi kebahagiaan di akhirat.

«2»
Empat kebahagian dunia itu adalah “tetangga yang sholih (yang baik) adalah tetangga muslim yang tidak menyakiti tetangganya. Tempat tinggal yang luas, yaitu yang banyak manfaatnya bagi penghuninya. Jadi, keluasannya tentu berbeda sesuai dengan perbedaan orangnya. Sebab, terkadang luas bagi seseorang, namun sempit bagi yang lain atau sebaliknya. Kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang cepat, tidak lamban, tak terlalu kencang dan kasar larinya sehingga ditakutkan jatuh, kagetnya badan dan tidak mengganggu badan”. [Lihat Faidh Al-Qodir (3/302) oleh Al-Munawiy, Al-Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubro, Mesir, 1356 H]

Al-Imam Abul Hasan As-Sindiy berkata, “Tetangga yang sholih adalah tetangga yang mendorongnya kepada dzikir (mengingat Allah) dan taqwa serta menyadarkannya dari kelalaian dan hawa nafsu. Sabdanya, “…yang nyaman”, yang cocok (digunakan) di jalan Allah, tidak membuatnya terlambat dari rekan-rekannya. Sabdanya, “…yang luas”, yaitu rumah yang di dalamnya hati akan menjadi lapang dan tidak sempit. Karena, sempitnya dada akan menghalangi dari berbagai macam kebaikan”. [Lihat Takhrij Al-Musnad (no. 15372)]

Kebahagian lain, wanita sholihah, yaitu wanita yang mampu menemani suaminya yang sholih (baik) dalam rentang waktu yang panjang. Dia adalah perhiasan yang dibanggakan oleh suaminya dimanapun ia berada.

Ciri wanita sholihah (yang baik), jika ia dipandang oleh suaminya, maka ia membuat suaminya bahagia; jika ia diperintah dengan sesuatu yang baik, maka ia taati suaminya; jika suami pergi, maka menjaga kehormatan dirinya dan harta benda suami.

Umar pernah bertanya kepada Nabi  tentang harta benda yang perlu diambil? Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مؤمنة تعين أحدكم على أمر الآخرة

“Hendaknya seorang diantara kalian mengambil hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir (selalu ingat Allah), dan wanita (istri) mukminah yang membantu salah seorang diantara kalian di atas urusan akhirat”. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1856). hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2176)]

Ulama Negeri India, Al-Imam Muhammad bin Abdir Rahman Al-Mubarokfuriy -rahimahullah- berkata,

((أي : على دينه ، بأن تذكره الصلاة ، والصوم ، وغيرهما من العبادات ، وتمنعه من الزنا ، وسائر المحرمات)) .” تحفة الأحوذي ” ( 8 / 390 ) .

“Maksudnya, (ia istri yang mukminah itu akan menolongnya) di atas agamanya, dengan mengingatkan suaminya tentang sholat, puasa dan lainnya diantara berbagai jenis ibadah serta menghalanginya dari zina dan seluruh perkara yang diharamkan”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (8/390)]

Wanita yang sholihah selalu merindukan suaminya, sayang dan cinta kepadanya. Hatinya tak tenang jika suaminya jauh. Ia ingin selalu mendampinginya, melayaninya dan mengingatkan suaminya. Jika terpaksa suami jauh, maka ia mendoakan suaminya agar selamat dan selalu diberkahi seraya menjaga kehormatan diri, anak dan harta benda suaminya. Tak ada dipikirannya, selain membahagiakan suami dan menyayanginya. Sebab, ia yakin bahwa suami adalah pintu surga baginya. Dia tahu bahwa ia tak mungkin masuk surga jika durhaka kepadanya dan membuat suaminya susah. Ini merupakan sifat-sifat yang Allah anugrahkan bagi wanita sholihah.

Perpisahan dengan suami bagi wanita sholihah adalah lebih menyedihkan dan berat baginya dibandingkan kematian; lebih berat baginya dibandingkan hilangnya harta benda; lebih berat baginya dibandingkan meninggalkan kampung halaman. Terlebih lagi, jika memang diantara ia dan suaminya punya hubungan cinta yang amat erat di atas iman ataukah mereka telah memiliki anak yang akan terlantar dengan sebab perpisahan dan merusak kondisi mereka. [Lihat Majmu Fatawa (35/299) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]

«3»
Diantara keberkahan istri yang sholihah (yang baik), ia akan menjadi sebab keluasan dan kelapangan rezki.

Allah -Ta’ala- berfirman,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  [النور : 32]

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian (belum kawin) diantara kalian, dan orang-orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nuur : 32)

Inilah kebahagiaan dunia yang akan diraih oleh seseorang jika ia mendapatkan empat golongan yang disebutkan dalam hadits ini. Barangsiapa yang diberi kesholihan (kebaikan) dalam empat perkara ini, maka hidupnya akan nyaman dan sentosa. Sebab, semua perkara ini merupakan hal-hal yang menyenangkan jiwa dan raga serta menjadikan kehidupan lebih indah dan bahagia. Namun jika ia diberi keburukan dalam empat hal itu, maka ia akan hanya merasakan penat dan capek. Barangsiapa yang diuji dengan istri yang buruk, maka ia akan merasakan beratnya beban kehidupan dunia. Tak ada dalam pikirannya, kecuali segudang problema yang muncul gara-gara istri yang buruk agama dan perangainya. Tak heran bila sebagian suami cepat beruban sebelum masanya, akibat ia memelihara istri yang buruk akhlaqnya.

Oleh karena itu, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkan berdoa agar dijauhkan dari istri yang buruk sebagaimana dalam hadits berikut.

Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- berkata,

كَانَ مِنْ دُعَاءِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوءِ وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِي قَبْلَ الْمَشِيبِ وَمِنْ وَلَدٍ يَكُونُ عَلَيَّ رِبًا وَمِنْ مَالٍ يَكُونُ عَلَيَّ عَذَابًا وَمِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ عَيْنَهُ تَرَانِي وَقَلْبُهُ تَرْعَانِي إِنْ رَأَى حَسَنَةً دَفَنَهَا ,
وَإِذَا رَأَى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا

“Diantara doa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوءِ وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِي قَبْلَ الْمَشِيبِ وَمِنْ وَلَدٍ يَكُونُ عَلَيَّ رِبًا وَمِنْ مَالٍ يَكُونُ عَلَيَّ عَذَابًا وَمِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ عَيْنَهُ تَرَانِي وَقَلْبُهُ تَرْعَانِي إِنْ رَأَى حَسَنَةً دَفَنَهَا وَإِذَا رَأَى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk, dari istri yang membuatku beruban sebelum masa beruban, dari anak yang menjadi tuan bagiku, dari harta yang menjadi siksaan atasku dan dari kawan yang berbuat makar; matanya memandangiku, sedang hatinya mengawasiku. Jika ia melihat kebaikan, maka ia tanam (sembunyikan) dan jika melihat keburukan, maka ia menyebarkannya”. [HR. Hannad dalam Az-Zuhd (no. 1038) dan Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Awsath (no. 1339). Hadits ini dinilai shohih oleh hasan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 3138)]

Seseorang yang ingin mencari pasangan hidup hendaknya berlindung kepada Allah agar ia dihindarkan dari istri yang buruk perangainya. Saking buruknya, ia telah membuat suaminya beruban dan tua, akibat ulah sang istri yang amat memberatkan pikiran dan jasmani suaminya.

«4»
Para pembaca yang budiman, demikian pula jika seorang hamba memiliki rumah yang buruk dan kendaraan yang buruk, maka ia lebih banyak capek dan lelah dalam mengurusinya. Karena, sempitnya rumah akan membuat hati sempit, menciptakan kegelisahan dan menyibukkan pikiran. Kendaraan yang buruk akan membuat kita sibuk dengannya dari mengerjakan berbagai jenis ibadah dan ketaatan atau minimal ia akan membuat kita lambat mendatangi kebaikan.

Disyariatkan bagi seorang muslim untuk memohon kepada Tuhannya agar diberi keluasan tempat tinggal dan berkah padanya.

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah berdoa di suatu malam seraya berkata,

(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَوَسِّعْ لِي فِي دَارِي ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا رَزَقْتَنِي)

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, berilah keluasan bagiku dalam rumahku dan berkahilah bagiku dalam sesuatu yang Engkau berikan kepadaku”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3500). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (1265)]

Keluasan rumah tergantung kepada keluasan hati seorang hamba. Jika ia bersyukur dengan rumah yang diberikan kepadanya, bagaimanapun ukurannya, maka ia selalu merasakan kelapangan. Tak heran bila Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan rumah yang begitu sederhana, tapi beliau merasakan kebahagian dan kelapangan, karena hati beliau lapang dan selalu bersyukur terhadap pemberian Allah -Azza wa Jalla-.

Seorang tabi’in, Dawud bin Qois Al-Farro’ -rahimahullah- berkata

, رَأيتُ الحُجراتِ مِن جَريدِ النَّخلِ مُغشَّاة مِن خَارجٍ بمسُوح الشَّعرِ وَأظُنُ عَرْضَ البَيتِ مِن بَاب الحُجرةِ إلى بَاب البيتِ نحواً مِن سِتِ أَو سبعِ أَذرعٍ ، وأحْزِرُ البيتِ الدَّاخِلَ عَشرَ أَذرعٍ ، وأَظنُ سُمكَهُ بَين الثَّمانِ والسَّبْعِ نَحو ذَلك ، ووقَفتُ عِند بَاب عَائشةَ فَإذا هُو مُستَقبِلَ المَغربَ .

“Aku telah lihat rumah-rumah (milik istri Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-) yang terbuat dari pelepah korma dalam keadaan tertutup dari luar dengan jalinan bulu. Aku perkirakan lebar rumah beliau dari pintu kamar sampai pintu rumah sekitar enam sampai tujuh hasta. Aku ukur rumah beliau dari dalam sekitar 10 hasta. Aku perkirakan tingginya antara delapan dan tujuh sekisaran itu. Aku berdiri di pintu A’isyah, ternyata pintunya menghadap ke barat”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 451). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Adab (no. 352)]

Seseorang boleh saja memperluas ukuran rumahnya sesuai hajat dengan cara yang dibenarkan agama. Namun perlu dipahami bahwa keimanan dan amal sholih merupakan asas kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- walaupun dengan kehidupan yang sederhana tersebut, namun beliau adalah manusia yang paling bahagia hidupnya. Jadi, luas-sempitnya rumah bukanlah ukuran hakiki bagi seorang hamba!!