3 September 2012

Surat dari Sahabat

Bismillah,
Kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu
hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat
islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan
yang pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan
serta balasan atas perbuatan yang dilakukan. Dalam tulisan ini akan
kami jelaskan beberapa hal yang sangat penting untuk diketahui
kemudian dilaksanakan oleh setiap wanita yang beriman kepada Allah dan
hari akhir dalam kehidupan mereka sehari-hari, hal-hal tersebut
diantaranaya:

1. Kewajiban memakai Jilbab
Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab.
Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا

"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab
keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Ahzab : 59]

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ
أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ
غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan
hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap
wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai
orang-orang beriman supaya kamu beruntung ” [QS. An-Nuur : t 31]

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آيَاتٍ
بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan
(menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di
dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. [QS.
An-Nuur : 1]

Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang
berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
“Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka
kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang
tidak mungkin disembunyikan.”

Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya.
“Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di
atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu
bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

Imam Al-Qurthubi berkata :
Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang
menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari
Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi
wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah
berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya
jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada
bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk
wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada
Rabb selain-Nya.”

Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam:
“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki
yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya
(penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita
atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta
seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah
mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj.
Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan
kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat
membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?

2. Menggunjing, Gosip = Ghibah.

Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering dilakukan tanpa sadar.
Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena
begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits
Rasulullah berikut ini:
“Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia
benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah
pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?”
Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah
namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan
(mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu
menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun
hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan
keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat
membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti
seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ
إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan  janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Hujurat : 12]

3. Menjaga Suara

Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita
dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan
televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar
atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah
dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak
buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Padahal Dia telah memperingatkan:

فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ
وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga
berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (QS. Al Ahzab : 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda :
“Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan
menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia
terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh
Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).

Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas
kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu,
dan semisalnya. Wallahu a’lam

4. Mencukur alis mata.

Abdullah bin Mas’ud RadhiyAllohu ‘anhu, dia berkata :
“Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan
wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan
giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan
Alloh”.

Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang
belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri
untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh
suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang
telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah
datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan
bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

5. Memakai Wangi-wangian
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu
‘alahi wa sallam bersabda:
“Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum
laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.”
(Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu ‘alahi
wa sallam:
“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju
masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai)
wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan
dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata
:
"Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya.
Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena
sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda :
“Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian
menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang
lagi menuju rumahnya lalu
mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan
membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :
“Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita
yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat
membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul
Qadhir).

Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita
yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak
menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi
bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata
Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37

“Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian
dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya
mengizinkan”.

Selanjutnya tentang pakaian seorang muslimah. Fenomena jilbab sangat
bagus saat ini, tetapi sangat disayangkan dalam pelaksanaannya masih
jauh dari yang disyariatkan, jilbab gaul istilahnya.

6. Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak
trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan)
dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah
bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang
berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti
punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum
wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu : “Mereka tidak akan
masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga
itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).

Ibnu Abdil Barr berkata :
“Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian
yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans
tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap
berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.”(Tanwirul
Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah
memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan
berwarna putih) kemudian Umar berkata : “Jangan kamu pakaikan baju ini
untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul
Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di
rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya
sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak
tipis, namun menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi).

Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam
pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang
dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku
pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak
mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada
istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju
dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits
Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah pernah berkata: ” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan
tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah
mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya
(Ibnu Sad VIII/71).

Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang
wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf
II:26/1).

7. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki.

Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang
menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun
lainnya. Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim
IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah
shalallohu 'alahi wa sallam bersabda: “Tidak termasuk golongan kami
para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang
menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)

Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu 'alahi wa sallam
melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita
yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan mereka
dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga
mengeluarkan si fulan.”

Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan
diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan
kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan
memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua
orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan
diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa
cemburu).”  (Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).

Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai
diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula
sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya,
kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah
pakaian saja.

8. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun
perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang
kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas
mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ
اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah
masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik".[QS.
Al-Hadid:16]).”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa
Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
“Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari tindakan
menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan
menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan
(Al-Iqtidha... hal. 43).

Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu
Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai
mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang.
Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا
انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan
bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” [QS.Al-Baqarah : 104].

Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah
melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan
dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi
suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.
Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan
“Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan)
sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah
memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada
seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang
mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan
tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang
dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
Wallahu a'lam.



Sumber:
www.vbaitullah.com
www.mediamuslim.infosurat dari sahabat